Selasa, 08 Desember 2015

hadits

Tidak ada komentar:
BERSUCI DARI HADAS DAN NAJIS
MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
HADIS 2”
Dosen Pengampu :
Najahah


Disusun Oleh :
ZubdatulWahidin                         (932100114)
Ahmad Basyarudin S.A.H.A.P.   (932101014)
Abdul Rozaq                                (932100714)
Farida Nur’aini                             (932102514)

 (Kelas J)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAIN) KEDIRI
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Allah itu bersih dan suci, sehingga untuk menemuinya, manusia harus terlebih dahulu bersuci atau disucikan. Allah mencintai sesuatu yang bersih dan suci
Dalam hukum Islam, bersuci dan segala seluk beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting terutama karena diantaranya syarat-syarat sholat telah ditetapkan. Bahwa seseorang yang hendak melakukan sholat, wajib suci dari hadas, suci badannya, dan tempatnya dari najis.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak lepas dari sesuatu (barang) yang kotor dan najis. Sehingga thaharah dijadikan sebagai alat dan cara untuk mensucikan diri sendiri agar sah dalam beribadah.

1.2  Rumusan Masalah
  1. Apa itu thaharah ?
  2. Air apa saja yang dapat digunakan untuk bersuci ?
  3. Bagaimana peranan thaharah dengan adanya hadas dan najis ?
  4. Bagaimana tata cara berthaharah yang baik dan benar sesuai hadis ?

1.3  Tujuan
  1. Memahami hakikat thaharah.
  2. Mengetahui jenis air untuk bersuci.
  3. Memahami peranan thaharah terhadap hadas dan hadis.
  4. Mengerti dan dapat mengamalkan tata cara berthaharah yang yang baik dan benar sesuai hadis.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Thaharah
A.    Pengertian
Thaharah atau bersuci adalah cara untuk membersihkan diri dari hadas dan najis melaluli cara-cara yang ditetapkan oleh syariat Islam. Tanpa bersuci terlebih dahulu, shalat seseorang tidak akan di terima oleh Allah Swt. dalam al-Qur’an disebutkan.[1]
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sŒÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tƒÏ÷ƒr&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4 bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#r㍣g©Û$$sù 4 bÎ)ur NçGYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4n?tã @xÿy ÷rr& uä!%y` Ótnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& ãMçGó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y6ÍhŠsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNà6Ïdqã_âqÎ/ Nä3ƒÏ÷ƒr&ur çm÷YÏiB 4 $tB ߃̍ムª!$# Ÿ@yèôfuŠÏ9 Nà6øn=tæ ô`ÏiB 8ltym `Å3»s9ur ߃̍ムöNä.tÎdgsÜãŠÏ9 §NÏGãŠÏ9ur ¼çmtGyJ÷èÏR öNä3øn=tæ öNà6¯=yès9 šcrãä3ô±n@ ÇÏÈ [2]  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” [3]

Suci dari hadas ialah yang berlaku pada badan dengan menggunakan wudhu, mandi dan tayammum. Sedanngakan suci dari najis ialah menghilangkan najis yang ada di badan, tempat dan pakaian.[4]

B.     Air
1.    Macam-macam Air
Air yang dapat dipakai bersuci adalah air yang bersih (suci dan mensucikan) yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum di pakai untuk bersuci. Air yang suci dan mensucikan ialah air hujan, sumur, laut, sungai, salju (air es yang sudah sudah mencair kembali), telaga (danau, belik), dan embun.

2.    Pembagian Hukum Air
Ditinjau dari segi hukumnya, air dapat di bagi menjadi empat bagian, yaitu:
1)      Air suci dan mensucikan, yaitu Air Muthlaq artinya air yang masih murni, dapat digunakan untuk bersuci dengan tidak makruh. Terdapat air yang sudah berubah warna, rasa, dan baunya, namun tetap bisa mensucikan, jika perubahannya karena hal-hal berikut:
a)      Berubah karena tempatnya, seperti air di batu belerang.
b)      Berubah karena lama tersimpan, seperti air kolam.
c)      Berubah karena sesuatu yang terjadi padanya, seperti perubahan yang disebabkan oleh ikan atau kiambang (tumbuhan yang mengapung di permukaan air).
d)     Berubah karena tanah yang suci, atau karena sukar memeliharanya, misalnya berubah karena daun-daunan yang jatuh, atau lumut.
2)      Air suci yang dapat mensucikan, tetapi makruh di gunakan, yaitu Air Musyammas (air yang dipanaskan dengan matahari) di tempat logam yang bukan perak atau emas. Jika terjemur di tanah atau tempat yang bukan logam, maka tidak makruh digunakan.[5]
3)      Air suci tetapi tidak dapat mensucikan, seperti:
a)      Air Musta’mal, adalah air yang telah digunakan untuk bersuci menghilangkan hadas atau najis walaupun tidak berubah rupa, rasa, dan baunya.[6]
b)      Air yang telah berubah salah satunya karena bercampur dengan sesuatu benda yang suci, seperti: air kopi, teh, jus dan sebagainya.
c)      Air pepohonan atau air buah-buahan, seperti air yang keluar dari tekukan kayu. Misalnya air nira, air kelapa, dan sebagainya.
4)      Air Mutanajis, yaitu air yang terkena najis. Air ini terdiri atas dua jenis, yaitu:[7]
a)      Air yang kena najis (kemasukan najis), sedang jumlahnya kurang dari dua kullah, maka air semacam ini tidak suci dan tidak dapat mensucikan. Jika lebih dari dua kullah dan tidak berubah sifatnya, maka sah untuk bersuci.[8]
b)       Bila sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis, maka air ini tidak boleh dipakai lagi, baik airnya sedikit atau banyak, sebab hukumnya najis.[9]

2.2  Najis
A.    Macam dan Jenis Benda yang Dihukumi Najis
Suatu barang atau benda menurut hukum asalnya adalah suci, selama tidak ada dalil yang menyatakannya benda najis atau haram. Berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an Hadits dan kesepakatan para ulama, dapat disebutkan berbagai jenis benda yang dihukumi sebagai benda najis, yaitu:
1)   Bangkai bintang darat yang berdarah, kecuali bangkai manusia, ikan, dan belalang.
2)   Segala macam jenis darah adalah najis, kecuali hati, limpa, dan jantung. Adapun darah yang tertinggal dalam daging binatang yang sudah disembelih, begitu juga darah ikan termasuk suci dan dimaafkan, artinya diperbolehkan atau dihalalkan jika termakan.
3)   Segala jenis dan bentuk nanah.
4)   Segala sesuatu (benda cair) yang keluar dari kubul dan dubur.
5)   Anjing dan babi.
6)   Minuman keras, seperti arak dan sebagainya yang memabukkan.
7)   Bagian anggota badan binatang yang terpisah karena dipotong selagi binatang tersebut masih hidup.

B.     Pembagian Najis dan Tata Cara Membersihkannya
Untuk mengetahui bagaimana cara mencuci benda yang terkena najis, terlebih dahulu harus diketahui tentang pembagian najis itu sendiri. Najis dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1)   Najis Mukhaffafah (ringan), yaitu air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali air susu ibunya. Cara membersihkannya dengan memercikkan air pada benda yang terkena najis. Jika kencing anak perempuan walaupun belum memakan apapun selain ASI, tetap harus di basuh dengan air hingga zat najis dan sifat-sifatnya hilang.[10]
حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ أُمِّ قَيْسٍ بِنْتِ مِحْصَنٍ
أَنَّهَا أَتَتْ بِابْنٍ لَهَا صَغِيرٍ لَمْ يَأْكُلْ الطَّعَامَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَجْلَسَهُ فِي حَجْرِهِ فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَاءٍ فَنَضَحَهُ وَلَمْ يَغْسِلْهُ[11]
Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Ibnu Syihab dari Ubaidullah bin Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud dari Ummu Qais binti Mihshan Bahwasanya ia pernah datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan membawa bayinya yang belum mengkonsumsi makanan. Lalu ia meletakkan bayinya di pangkuan beliau, sehingga kecingnya mengenai baju beliau. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian meminta air dan memercikkannya tanpa mencucinya."[12]

Sumber         : Malik
Kitab             : T
aharah
Bab               : Kencing anak kecil
No. Hadist    : 128[13] dan 141[14]

HADIS PENDUKUNG
بول الصبي يصيب الثوب
الدعاء للصبيان بالبركة ومسح رءوسهم
ما جاء في بول الصبي
بول الصبي الذي لم يأكل الطعام

2)   Najis Mutawassithah (sedang), yaitu segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang, seperti air madzi (mani yang cair), barang cair yang memabukkan, susu hewan yang tidak halal dimakan, bangkai, juga tulang dan bulunya, kecuali bangkai manusia, ikan, dan belalang.[15] Cara mencucinya dengan dibasuh hingga hilang zat dan sifat najisnya. Najis Mutawassithah dibagi menjadi dua, yaitu:
a)      Najis ‘ainiyah, adalah najis yang masih berwujud, yakni yang Nampak dapat dilihat.
b)      Najis hukmiyah, adalah najis yang tidak kelihatan bendanya, seperti bekas kecing, atau arak yang sudah kering.[16]
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ
أَنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَقَامَ إِلَيْهِ بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُزْرِمُوهُ فَلَمَّا فَرَغَ دَعَا بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَصَبَّهُ عَلَيْهِ[17]
Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Hammad dari Tsabit dari Anas bin Malik bahwa ada seorang Arab Badui kencing di masjid, maka sebagian orang bangkit untuk menghentikannya, tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menegurnya, "Jangan hentikan dia (dari hajatnya) ". Setelah ia selesai dari hajatnya, beliau meminta seember air. Kemudian menyiraminya.[18]

Sumber       : Nasa'i
Kitab          : Air
Bab             : Batasan jumlah air
No. Hadist : 327[19] dan  53[20]

               HADIS PENDUKUNG
الرفق في الأمر كله
الأرض يصيبها البول كيف تغسل
ترك التوقيت في الماء
التوقيت في الماء

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ هِشَامٍ قَالَ حَدَّثَتْنِي فَاطِمَةُ عَنْ أَسْمَاءَ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ قَالَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ فَاطِمَةَ عَنْ أَسْمَاءَ
أَنَّ امْرَأَةً أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ قَالَتْ تَحُتُّهُ ثُمَّ لِتَقْرُصْهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ لِتَنْضَحْهُ ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ[21]
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Hisyam berkata, telah menceritakan kepadaku Fatimah dari Asma', dan Abu Mu'awiyah berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Fatimah dari Asma', bahwa seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, "Salah seorang dari kami pakaiannya ada yang terkena darah haid?" Asma' berkata (sabda Nabi), "Hendaknya ia mengerik dan menggosok dengan air, setelah itu hadits hendaklah ia shalat dengannya."[22]

Sumber      : Ahmad
Kitab         : Sisa musnad sahabat Anshar
Bab            : Hadits Asma` binti Abu Bakr Ash Shiddik
        Radliyallahu 'anhuma
No. Hadist : 25695[23] dan 26977[24]

HADIS PENDUKUNG
حديث أسماء بنت أبي بكر الصديق رضي الله عنهما
حديث أسماء بنت أبي بكر الصديق رضي الله عنهما
نجاسة الدم وكيفية غسله

أَخْبَرَنَا عُتْبَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْمَرْوَزِيُّ عَنْ مَالِكٍ وَهُوَ ابْنُ أَنَسٍ عَنْ أَبِي النَّضْرِ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ عَنْ الْمِقْدَادِ بْنِ الْأَسْوَدِ
أَنَّ عَلِيًّا أَمَرَهُ أَنْ يَسْأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الرَّجُلِ إِذَا دَنَا مِنْ أَهْلِهِ فَخَرَجَ مِنْهُ الْمَذْيُ مَاذَا عَلَيْهِ فَإِنَّ عِنْدِي ابْنَتَهُ وَأَنَا أَسْتَحِي أَنْ أَسْأَلَهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ ذَلِكَ فَلْيَنْضَحْ فَرْجَهُ وَيَتَوَضَّأْ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ[25]
Telah mengabarkan kepada kami 'Utbah bin Abdullah Al Marwazi dari Malik yaitu Ibnu Anas dari Abu Nadhr dari Sulaiman bin Yasar dari Miqad bin Al Aswad, bahwa Ali memerintahkannya untuk bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang orang yang ingin mendekati istrinya, tetapi keluarlah air madzi, apakah yang harus ia perbuat? Anak perempuan nabi adalah istriku, sehingga aku malu menanyakan hal tersebut, dan beliau menjawab, " Bila salah seorang dari kalian mendapatkan seperti itu, hendaklah ia memercikkan kemaluannya dengan air, lalu berwudlu sebagai mana wudlu shalat."[26]

Sumber     : Nasa'i
Kitab         : Thaharah
Bab           : Madzi yang membatalkan dan tidak membatalkan wudhu"
No. Hadist : 156[27]

HADIS PENDUKUNG
في المذي
حديث المقداد بن الأسود رضي الله عنه
الوضوء من المذي

3)   Najis Mughallazhah (berat), yaitu najis anjing dan babi beserta keturunannya. Benda yang terkena najis ini, hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali diantaranya hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur dengan tanah.[28]
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ[29]
Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ibrahim dari Hisyam bin Hassan dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sucinya bejana kalian apabila ia dijilat oleh anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, yang pertama dengan tanah."[30]

Sumber      : Muslim
Kitab          : Thaharah
Bab             : Hukum jilatan anjing
No. Hadist : 420[31] dan 279[32]

HADIS PENDUKUNG
الوضوء بسؤر الكلب
حكم ولوغ الكلب
تعفير الإناء بالتراب من ولوغ الكلب فيه
ما جاء في  سؤر الكلب
2.2  Hadas
Pengertian hadas secara umum ialah setiap perkara yang membatalkan wudhu karena empat sebab :
1.      Setiap perkara yang keluar dari dua jalan yaitu qubul dan dubur kecuali mani.
2.      Menyentuh qubulnya anak adam atau pun lubang duburnya dengan telapak tangan tanpa pelindung.
3.      Bersentuan kulit lawan jenis yang bukan muhrim.
4.      Hilangnya akal, selain tidur.[33] (Para imam mazhab sepakat bahwa tidur sambil berbaring dan bersandar dapat membatalkan wudu.)[34]

  1. Wudlu
Menurut bahasa, wudlu berarti bersih dan indah. Sedangkan menurut syara’ yaitu untuk menghilangkan hadas kecil.[35] Berikut merupakan hadis yang terkait dengan tata cara berwudlu :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأُوَيْسِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ عَطَاءَ بْنَ يَزِيدَ أَخْبَرَهُ أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِإِنَاءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ فَغَسَلَهُمَا ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْإِنَاءِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثَ مِرَارٍ ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَعَنْ إِبْرَاهِيمَ قَالَ قَالَ صَالِحُ بْنُ كَيْسَانَ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَلَكِنْ عُرْوَةُ يُحَدِّثُ عَنْ حُمْرَانَ فَلَمَّا تَوَضَّأَ عُثْمَانُ قَالَ أَلَا أُحَدِّثُكُمْ حَدِيثًا لَوْلَا آيَةٌ مَا حَدَّثْتُكُمُوهُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَتَوَضَّأُ رَجُلٌ يُحْسِنُ وُضُوءَهُ وَيُصَلِّي الصَّلَاةَ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الصَّلَاةِ حَتَّى يُصَلِّيَهَا قَالَ عُرْوَةُ الْآيَةَ}إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنْ الْبَيِّنَاتِ[36]{
Telah menceritakan kepada kami Abdul 'Aziz bin 'Abdullah Al Uwaisy berkata, telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Sa'd dari Syihab bahwa 'Atha' bin Yazid mengabarkan kepadanya bahwa Humran mantan budan 'Utsman mengabarkan kepadanya, bahwa ia telah melihat 'Utsman bin 'Affan minta untuk diambilkan bejana (berisi air). Lalu dia menuangkan pada telapak tangannya tiga kali lalu membasuh keduanya, lalu ia memasukkan tangan kanannya ke dalam bejana lalu berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung, kemudian membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kedua tangan hingga siku tiga kali, kemudian mengusap kepala, kemudian membasuh kedua kakinya tiga kali hingga kedua mata kaki. Setelah itu ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa berwudlu seperti wudluku ini, kemudian dia shalat dua rakaat dan tidak berbicara antara keduanya, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni." Dan dari Ibrahim berkata, Shalih bin Kaisan berkata, Ibnu Syihab berkata. Tetapi 'Urwah menceritakan dari Humran, "Ketika 'Utsman berwudlu, dia berkata, "Maukah aku sampaikan kepada kalian sebuah hadits yang kalau bukan karena ada satu ayat tentu aku tidak akan menyampaikannya? Aku pernah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang laki-laki berwudlu dengan membaguskan wudlunya kemudian mengerjakan shalat, kecuali akan diampuni (dosa) antara wudlunya dan shalatnya itu hingga selesai shalatnya." 'Urwah berkata, "Ayat yang dimaksud adalah: '(Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan…) ' (Qs. Al Baqarah: 159).[37]
 
Sumber       : Bukhari
Kitab          : Wudlu
Bab           : Berwudlu' (membasuh anggota wudlu') tiga kali tiga kali
No. Hadist : 155[38] dan 158[39]

HADIST PENDUKUNG


مسند عثمان بن عفان رضي الله عنه
باب الوضوء ثلاثا
صفة الوضوء وكماله
ثواب من أحسن الوضوء ثم صلى ركعتين

JALUR SANAD
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad

  • Nama Lengkap : Abdul 'Aziz bin 'Abdullah bin Yahya bin 'Amru bin Uwais
  • Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
  • Kuniyah : Abu Al Qasim
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat :
ULAMA
KOMENTAR
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ya'kub bin Syaibah
Tsiqah
Abu Hatim
Shaduuq
Ad Daruquthni
Hujjah
Al Khalili
Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah
Adz Dzahabi
Tsiqah

  • Nama Lengkap : Ibrahim bin Sa'ad bin Ibrahim bin 'Abdur Rahman bin 'Auf
  • Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan
  • Kuniyah : Abu Ishaq
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat : 185 H
ULAMA
KOMENTAR
Ahmad bin Hambal
Tsiqah
Abu Hatim
Tsiqah
Adz Dzahabi
Seorang ulama besar

  • Nama Lengkap : Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab
  • Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan
  • Kuniyah : Abu Bakar
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat : 124 H
ULAMA
KOMENTAR
Ibnu Hajar al 'Asqalani
faqih hafidz mutqin
Adz Dzahabi
seorang tokoh
  • Nama Lengkap : Atha' bin Yazid
  • Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
  • Kuniyah : Abu Muhammad
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat : 107 H
ULAMA
KOMENTAR
An Nasa'i
Tsiqah
Ibnu Hajar
Tsiqah

  • Nama Lengkap : "Humran bin Abban, maula 'Utsman"
  • Kalangan : Tabi'in kalangan tua
  • Kuniyah :
  • Negeri semasa hidup : Bashrah
  • Wafat : 76 H
ULAMA
KOMENTAR
Adz Dzahabi
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Al Bukhari
disebutkan dalam adl dlu'afa
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah
  • Nama Lengkap : Utsman bin 'Affan bin Abi Al 'Ash bin Umayyah
  • Kalangan : Shahabat
  • Kuniyah : Abu 'Amru
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat : 35 H[40]
ULAMA
KOMENTAR
Shahabat
  1. Tayamum
Tayamum adalah mengusap muka dan kedua belah tangan debu yang suci. Dan pada saat-saat tertentu, tayamum dapat menggantikan wudlu dan mandi dengan syarat-syarat yang tertentu.
            Adapun syarat-syarat tayamum :
1.      Menggunakan debu yang suci.
2.      Tidak ada air dan telah berusaha untuk mencari, tetapi tidak ada.
3.      Berhalangan untuk menggunakan air, misal : sedang sakit yang bila terkena air, maka sakitnya akan kambuh.
4.      Telah masuk waktu sholat.[41]
Dan berikut merupakan hadis tentang tata cara bertayamum :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ الْعَبْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ عَنْ أَبِي مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى قَالَ
كُنْتُ عِنْدَ عُمَرَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ إِنَّا نَكُونُ بِالْمَكَانِ الشَّهْرَ وَالشَّهْرَيْنِ فَقَالَ عُمَرُ أَمَّا أَنَا فَلَمْ أَكُنْ أُصَلِّي حَتَّى أَجِدَ الْمَاءَ قَالَ فَقَالَ عَمَّارٌ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَمَا تَذْكُرُ إِذْ كُنْتُ أَنَا وَأَنْتَ فِي الْإِبِلِ فَأَصَابَتْنَا جَنَابَةٌ فَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَأَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَقُولَ هَكَذَا وَضَرَبَ بِيَدَيْهِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ نَفَخَهُمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ إِلَى نِصْفِ الذِّرَاعِ
فَقَالَ عُمَرُ يَا عَمَّارُ اتَّقِ اللَّهَ فَقَالَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ إِنْ شِئْتَ وَاللَّهِ لَمْ أَذْكُرْهُ أَبَدًا فَقَالَ عُمَرُ كَلَّا وَاللَّهِ لَنُوَلِّيَنَّكَ مِنْ ذَلِكَ مَا تَوَلَّيْتَ[42]
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir Al-'Abdi telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Salamah bin Kuhail dari Abu Malik dari Abdurrahman bin Abza dia berkata; Saya pernah bersama Umar, lalu ada seorang laki-laki datang seraya berkata; Mungkin kita berada di tempat yang tidak ada air padanya sebulan atau dua bulan. Maka Umar berkata; Adapun saya, maka saya tidak akan shalat sampai saya menemukan air. Maka Ammar berkata; "Wahai Amirul Mukminin, Tidakkah Anda ingat tatkala saya dan Anda mengembala unta, kemudian kita junub. Adapun saya, maka saya berguling-guling di tanah. Lalu kita datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan saya sebutkan hal itu kepada beliau, maka beliau bersabda: "Sesunngguhnya cukup bagimu melakukan begini", kemudian beliau menepukkan kedua tangannya ke tanah, lalu meniupnya, kemudian mengusapkan keduanya pada wajah dan kedua tangannya hingga pertengahan lengan. Lalu Umar berkata; Wahai Ammar, takutlah kamu kepada Allah. Maka dia berkata; Wahai Amirul Mukminin, demi Allah, jika anda menghendaki saya tidak akan menyebutnya selamanya. Umar berkata; Tidak demi Allah, kami akan biarkan apa yang engkau katakan.[43]

Sumber      : Abu Daud 

Kitab         : Thaharah

Bab            : Tayamum 

No. Hadist : 275[44] dan 322[45]
 
               HADIS PENDUKUNG
التيمم
المتيمم هل ينفخ فيهما
تيمم الجنب

  1. Mandi Besar
Untuk mengerjakan sholat, kita harus bersuci dari hadas besar. Dan cara untuk menghilangkan hadas besar, kita wajib mandi besar. Dengan cara membasuh seluruh tubuh, mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala.[46]
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ يَأْخُذُ الْمَاءَ فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ الشَّعْرِ حَتَّى إِذَا رَأَى أَنْ قَدْ اسْتَبْرَأَ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ[47]
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at-Tamimi telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah dia berkata, "Dahulu apabila Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam mandi hadas karena junub, maka beliau memulainya dengan membasuh kedua tangan. Beliau menuangkan air dengan tangan kanan ke atas tangan kiri, kemudian membasuh kemaluan dan berwudhu dengan wudhu untuk shalat. Kemudian beliau menyiram rambut sambil memasukkan jari ke pangkal rambut sehingga rata. Hingga ketika selesai, beliau membasuh kepala sebanyak tiga kali, lalu beliau membasuh seluruh tubuh dan akhirnya membasuh kedua kaki. [48]

Sumber         : Muslim
Kitab             : Haid
Bab               : Sifat mandi junub
No. Hadist    : 474[49]  dan  316[50]

               HADIS PENDUKUNG
في الغسل من الجنابة
الوضوء قبل الغسل
العمل في غسل الجنابة
استبراء البشرة في الغسل من الجنابة

JALUR SANAD
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad



  • Nama Lengkap : Malik bin Anas bin Malik bin Abi 'Amir
  • Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan tua
  • Kuniyah : Abu 'Abdullah
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat : 179 H
ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Muhammad bin Sa'd
tsiqah ma`mun
  • Nama Lengkap : Hisyam bin 'Urwah bin Az Zubair bin Al 'Awwam
  • Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
  • Kuniyah : Abu Al Mundzir
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat : 145 H
ULAMA
KOMENTAR
Al 'Ajli
Tsiqah
Ibnu Sa'd
tsiqah tsabat
Abu Hatim
"tsiqah, imam fil hadits"
Ya'kub bin Syaibah
tsiqah tsabat
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani
"tsiqah,faqih"
Adz Dzahabi
seorang tokoh

  • Nama Lengkap : Urwah bin Az Zubair bin Al 'Awwam bin Khuwailid bin Asad bin 'Abdul 'Izzi bin Qu
  • Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
  • Kuniyah : Abu 'Abdullah
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat : 93 H
ULAMA
KOMENTAR
Al 'Ajli
Tsiqah
Ibnu Hajar
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'Ats Tsiqat'
  • Nama Lengkap : Aisyah binti Abi Bakar Ash Shiddiq
  • Kalangan : Shahabat
  • Kuniyah : Ummu 'Abdullah
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat : 58 H[51]
ULAMA
KOMENTAR
Shahabat



2.3  Masalah-Masalah Terkait
  1. Cara Menyikapi Benda Atau Tubuh Yang Dicurigai Terkena Najis :
1.      Tali yang digunakan untuk menjemur benda najis, kemudian tali tersebut kering terkena sinar matahari atau hembusan angin, maka tali tersebut dapat dipakai untuk menjemur benda suci setelah itu,
2.      Jika seseorang terkena sesuatu, tapi ia tidak tahu apakah itu air (suci) ataukah air kencing, maka ia tidak punya kewajiban untuk menanyai hal tersebut. Orang yang mengetahui akan sesuatu yang mengenainya juga tidak berkewajiban untuk menjawab, meskipun ia tahu bahwa air tersebut adalah najis. Jika seoerti itu, orang itu tidak berkewajiban untuk menbersihkan atau mencucikannya.
3.      Jika ada sesuatu yang tidak diketahui mengenai kaki atau ujung baju seseorang pada malam hari, maka ia tidak bekewajiban untuk mencium aroma benda tersebut untuk mencari tahu. Suatu ketika Umar bin Khattab ra. berjalan bersama temannya, lalu ada sesuat yang jatuh mengenainya dari timbangan milik seseorang. Temannya berkata:”Wahai pemilik timbangan, apakah ait milikmu suci ataukah najis ?” Kata Umar:”Pemilik timbangan, jangan beritahu kami.” lalu ia pergi.
4.      Debu-debu jalanan yang mengenai seseorang tidak wajib disucikan. Qumail bin Ziyad berkata:” aku melihat Ali ra. melewati tanah becek akibat hujan, kemudian ia masuk ke dalam masjid dan melakukan sholat tanpa terlebih dahulu membersihkan kedua kakinya.”
5.      Jika ada seseorang yang baru seselai melaksanakan sholat, lalu ia melihat ada najis yang mengenai pakaian atau tubuhnya, tapi ia tidak mengetahui akan hal itu atau ia tahu, tapi lupa, atau ia sebenarnya tidak lupa tapi tidak bisa membersihkannya, lantas sholatnya sah dan tidak perlu untuk mengulangi sholatnya tersebut. Allah berfirman :
“….Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu....”.[52]
 Pendapat seperti diatas telah menjadi kesepakatan para sahabat dan tabi’in.
6.      Barang siapa yang tidak tahu letak najis yang telah mengenai pakaiannya, maka ia wajib mencuci secara keseluruhan pakaian itu. Hal itu karena, dengan menggunakan cara itu, ia akan yakin bahwa pakaiannya menjadi suci secara keseluruhan.
7.      Jika seseorang ragu manakah pakaian yang suci dan mana pakaian yang najis, maka ia sebaiknya berhati-hati. Ia boleh melaksanakan sholat dengan mengenakan suatu pakaian untuk satu kali sholat saja, baik pakaian yang suci tersebut banyak atau sedikit.[53]

  1. Masalah Hadas
Dewasa ini, banyak sekali para muslim yang kurang memahami secara benar tentang bagaimana melakukan thaharah yang benar sesuai syar’i.
Sebagai contoh :
1.      Wanita zaman sekarang tidak terlalu paham, bahkan merasa acuh terhadap hukum haid. Seyogyanya mereka dapat memahami Risalatul ma Haid dengan benar. Minimal mereka mengerti secara garis besarnya. Yakni bagaimana hukumnya haid, cara mensucikan haid, nifas dan lain-lain.
2.      Hal serupa juga dialami oleh para laki-laki. Mereka kadang kurang terlalu paham tentang sikap apa yang harus diambil ketika berhadas besar. Terlebih lagi kaum muda zaman sekarang terkadang belum memahami tata cara melakukan mandi besar ketika mengeluarkan air mani, maupun air madzi.
3.      Selain itu, penting halnya untuk para guru TPQ, sekolah maupun MADIN untuk menjelaskan bagaimana dapat berthaharah dengan benar. Karena sesuatu akan lebih baik jika seseorang dapat meahami sejak dini.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Thaharah merupakan salah satu dari sekian banyak perintah yang tertuang dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Thaharah berguna untuk mensucikan badan, pakaian maupun tempat yang kita gunakan. Terlebih lagi, hal ini berkaitan dengan pakaian serta tempat untuk beribadah.
Untuk dapat bersuci dengan baik dan benar, kita harus menggunakan air yang sesuai ketentuan syari’at, yakni air yang suci dan mensucikan. Karena dalam ilmu Fiqh telah dibagi beberapa tingkatan atau kategori dari air yang ada dalam kehidupan sehari-hari kita.
Najis dan hadas dibagi dalam beberapa kategori, yangmana dengan cara menyucikan yang berbeda-beda pula. Ada jenis najis mukhaffafah, mutawasitah, dan mughaladhah. Sedangkan hadas dibagi menjadi hadas besar dan hadas kecil.

3.2  Saran
Dewasa ini, banyak kaum muslimin yang kurang paham dnegan bagaimana bersuci yang baik dan benar. Sehingga perlu adanya pembinaan yang lebih intensif terutama oleh para orang tua, guru MADIN, TPQ maupun guru sekolah. Sehingga kesadaran akan bersuci yang sesuai syar’i dapat tercapai.






DAFTAR PUSTAKA


Al Ashbuhi, Malik bin Anas Abu Abdullah. Muwaththo’ Malik. Mesir: Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arabi. t.t. I.
Al Azadi, Sulaiman bin Al Asy’ats Abu Daud Sajastani. Sunan Abu Daud. Beirut: Dar al fikr. t.t. I.
Al Ju’fi, Muhammad bin Isma’il Abu ‘Abdullah Al Bukhari. Shahih Bukhari. Beirut: Dar Ibnu Katsir Al Yamamah. 1987. I.
Al Naisyaburi, Muslim bin Al Hajjaj Abu Husanini Al Qusyairi. Shahih Muslim. Beirut: Dar Ihya’ At Turots Al Arabi. t.t. I.
Al Qarni, A’idh bin Abdullah. 391 Hadits Pilihan, Mendasari Kehidupan Sehari-hari. terj. Muh. Iqbal Ghazali. Jakarta: Darul Haq. 2007.
An-Nasa’i, Ahmad bin Syu’aib Abu Abdu Ar-Rahman. Sunan Nasa’I. Al Mujtaba. Halep: Maktab Al Makbu’at Al Islamiya. 1986.
Aplikasi Qur’an in Word versi 1.3.
Ar-Rahman, Yusuf Ahmad. Buku Pintar Shalat Lengkap Sesuai Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta: Alita Aksara Media. 2011.
Asy-Syaibani, Ahmad bin Hanbal Abu Abdullah. Musnad Ahmad. (Mesir:  Muasasah Qurtubah  . t.t. VI.
Lidwa Pusaka. Ensiklopedia Hadis, Kitab 9 Imam. t.tp: Lidwa Pusaka i-Software. t.t.
Muhammad, Syaikh Al- ‘Allamah. Rahmah Al- Ummah Fi Ikhtilaf Al- A’immah. Bandung: Hasyimi. 2010.
Rifa’i, Moh. Risalah Tuntutan Shalat Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra. 2005.
Sahid, Muhammad Nur. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: Widyakarya. 2012.
Salim, Syekh Muhammad Bin. Is’adur Rofiq. (Kudus: Al- Haramain Jaya Indonesia. 2008.
Sholikhin, Muhammad. Panduan Shalat Lengkap dan Praktis. TTP: Erlangga. 2012. 




[1] Yusuf Ahmad Ar-Rahman, Buku Pintar Shalat Lengkap Sesuai Al-Qur’an dan Hadits, (Jakarta: Alita Aksara Media, 2011), 30.
[2] QS. Al- Maidah (5): 6.
[3] Aplikasi Qur’an in Word versi 1.1.
[4] Muhammad Nur Sahid, Risalah Tuntutan Shalat Lengkap, (Semarang: Widya Karya, 2011), 11.
[5] Muhammad  Sholikhin, Panduan Shalat Lengkap dan Praktis, (TTP: Erlangga, 2012), 9-10. 
[6] MOH Rifa’i, Risalah Tuntutan Shalat Lengkap, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 2005), 13.
[7] Sholikhin, Panduan., 11.
[8] Rifa’I, Risalah., 14.
[9] Sholikhin, Panduan., 11.
[10] Sholikhin, Panduan., 13.
[11] Malik bin Anas Abu Abdullah Al Ashbuhi, Muwaththo’ Malik, (Mesir: Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arabi, t.t), I: 64.
[12] A’idh bin Abdullah Al Qarni, 391 Hadits Pilihan, Mendasari Kehidupan Sehari-hari, terj. Muh. Iqbal Ghazali, (Jakarta: Darul Haq, 2007), 335.
[13] Lidwa Pusaka, Ensiklopedia Hadis, Kitab 9Imam. (t.tp: Lidwa Pusaka i-Software, t.t).
[14] Al Ashbuhi, Muwaththo’ , I: 64.
[15] Sahid, Risalah., 13.
[16] Rifa’I, Risalah., 15.
[17] Ahmad bin Syu’aib Abu Abdu Ar-Rahman An-Nasa’i, Sunan Nasa’I, Al Mujtaba, (Halep: Maktab Al Makbu’at Al Islamiya, 1986), I: 47.
[18] Pustaka, ENSIKLOPEDIA.
[19] Ibid.
[20] An-Nasa’I, Sunan Nasa’i, I: 47.
[21] Ahmad bin Hanbal Abu Abdullah Asy-Syaibani, Musnad Ahmad, (Mesir:  Muasasah Qurtubah  , t.t) VI: 346.
[22] Pustaka, ENSIKLOPEDIA.
[23] Ibid.
[24] Asy-Syaibani, Musnad Ahmad, VI: 346.
[25] An-Nasa’i, Sunan Nasa’I, I: 97.
[26] Pustaka, ENSIKLOPEDIA.
[27] An-Nasa’i, Sunan Nasa’I, I: 97.; Pustaka, ENSIKLOPEDIA.
[28] Sholikhin, Panduan. 13.
[29] Muslim bin Al Hajjaj Abu Husanini Al Qusyairi Al Naisyaburi, Shahih Muslim, (Beirut: Dar Ihya’ At Turots Al Arabi, t.t), I: 234.
[30] Pustaka, ENSIKLOPEDIA.         
[31] Ibid.
[32] Al Naisyaburi, Shahih Muslim, I: 234.
[33] Syekh Muhammad Bin Salim, Is’adur Rofiq, (Kudus: Al- Haramain Jaya Indonesia, 2008), 77
[34] Syaikh Al- ‘Allamah Muhammad, Rahmah Al- Ummah Fi Ikhtilaf Al- A’immah, (Bandung: Hasyimi, 2010), 22- 24
[35] Muhammad Nur Sahid, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang: Widyakarya, 2012), 14.
[36] Muhammad bin Isma’il Abu ‘Abdullah Al Bukhari Al Ju’fi, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar Ibnu Katsir Al Yamamah, 1987), I: 71.
[37] Pusaka, ENSIKLOPEDIA.      
[38] Ibid.   
[39] Al Ju’fi, Shahih Bukhari, I: 71.
[40] Pusaka, ENSIKLOPEDIA.             
[41] Sahid, Risalah, 18.
[42] Sulaiman bin Al Asy’ats Abu Daud Sajastani Al Azadi, Sunan Abu Daud, (Beirut: Dar al fikr, t.t), I : 88.
[43] Pusaka. ENSIKLOPEDIA.
[44] Ibid.
[45] Sulaiman bin Al Asy’ats Abu Daud Sajastani Al Azadi, Sunan Abu Daud, (Beirut: Dar al fikr, t.t), I : 88.

[46] Sahid, Risalah, 21.
[47] Al Naisyaburi, Shahih Muslim, I: 253.
[48] Pustaka, ENSIKLOPEDIA.
[49] Ibid.
[50] Al Naisyaburi, Shahih Muslim, I: 253.
[51] Pustaka, ENSIKLOPEDIA.
[52] QS. Al Ahzab (33) : 5
[53] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008), I: 29-30.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
back to top