Selasa, 08 Desember 2015

pengertian dan asal usul tasawuf

2 komentar:
PENGERTIAN DAN ASAL USUL TASAWUF
MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ILMU TASAWUF”
Dosen Pengampu :
Drs. H. Ator Subroto, M.Si

Description: E:\LOGO STAIN.jpg

Oleh :
Zubdatul Wahidin                              (932100114)
Abdul Rozaq                                       (932100714)
Ahmad Basyarudin S.A.H.A.P.         (932101014)

JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2015





KATA PENGANTAR
                
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat, nikmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah “ Pengertian dan Asal Usul Tasawuf  ” untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Tasawuf.
Dalam menyusun makalah ini, penyusun mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun mangucapkan terima kasih kepada dosen pengampu dan teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.  
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang menyertai, untuk itu kami sangat mengharap kritik dan saran yang membangun demi peningkatan makalah yang kami buat selanjutnya.




            Kediri, September 2015
                  
                                                                                                                   Penyusun









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I    PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah .............................................................................................. 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 1

BAB II   PEMBAHASAN
2.1  Pengertian ......................................................................................................... 2
2.1.1                                                                                                                                                                                                                            Sumber dan Dalil        2
2.1.2                                                                                                                                                                                                                            Al Qur’an        2
2.2  Status Kehujjahan Al Qur’an .................................................................... 3
2.3  Hukum-Hukum pada Al Qur’an ............................................................... 5
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan ............................................................................................. 13
3.2  Saran ....................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 1



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Esensi tasawuf  itu telah ada sejak masa Rasulullah SAW. Namun tasawuf  sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan Islam sebagaimana ilmu- ilmu islam lainnya, seperti Fiqh dan ilmu Tauhid. Pada masa Rasulullah SAW, belum dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada waktu itu hanyalah sebutan sahabat Nabi SAW. Sesudah beliau wafat, pengikut yang tidak menjumpai beliau disebut tabi’in (generasi setelah sahabat).
Secara etimologi, tasawuf berasal dari bahasa Arab, yang diperdebatkan asal atau akar katanya. Ada yang mengatakan dari shuf  (bulu domba), shafa ( bersih/ jernih), shaf  (barisan terdepan), shuffah (serambi masjid Nabawi) dan lain sebagainya, yang masing- masing mempunyai dasar rasional dan tekstual.
Secara terminologi, banyak ulama yang mengemukakan definisi tasawuf, namun yang jelas ia berarti keluar dari sifat-sifat tercela menuju ke sifat-sifat terpuji, melalui proses pembinaan yang dikenal dengan istilah riyadhah (latian) dan mujahadah (bersungguh-sungguh). Sedang menurut Harun Nasution, inti tasawuf  ialah kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung antara manusia dan Tuhannya.[1]

1.2    Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Tasawuf Secara Etimologi?
2.      Apa Pengertian Tasawuf Secara Terminologi?
3.      Bagaimana Asal Usul Tasawuf




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tasawuf
a. Secara Etimologi
Istilah “sufi” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai dengan ahli tasawuf, ahli ilmu suluk.[2] Sedangkan kata “tasawuf” selalu diperdebatkan asalnya. Para ahli bidang tasawuf belum menemukan kesepakatan dalam merumuskan definisi dan batasan tegas berkaitan dengan pengertian tasawuf. Untuk memahami pengertian tasawuf, kita harus merunut dari akar kata tasawuf serta kemunculannya. Karena, tasawuf secara perilaku telah diajarkan oleh nabi Muhammad SAW, sedangkan kata tasawuf sendiri baru muncul pada pertengahan abad 3 H.[3]
Ada beragam pendapat mengenai akar kata tasawuf. Dan pengertian tasawuf secara Epistimologi meliputi:
a.       Orang yang berpendapat bahwa asal kata tasawuf itu ialah dari kata “shaff “ yaitu barisan ketika sholat. Alasannya ialah karena orang-orang sufi mempunyai iman yang kuat dan jiwa yang bersih dan selalu memilih shaf nomor satu dalam sholat.
b.      Orang yang mengataan bahwa asal kata tasawuf adalah “shaufanah” yaitu sebangsa buah-buahan kecil berbulu-bulu yang banyak tumbuh di padang pasir Arabia. Pengambilan kata ini karena melihat orang-orang sufi banyak yang memakai pakaian yang berbulu-bulu dan mereka hidup dalam kegersangan fisik tetapi subur psikisnya.
c.       Pendapat yang mengatan bahwa asal kata tasawuf dari kata “shuffah” yakni satu kamar yang berada di samping Masjid Nabawi di Madinah yang disediakan untuk para sahabat Nabi dari golongan Muhajirin yang miskin, disebabkan terpaksa mengungsi meninggalkan tempat asalnya dan lari ke Madinah unutk menyelamatkan akidah Islamiyahnya dari keganasan para kafir Quraisy. Seedang mereka tidak sempat lagi untuk membawa harta benda dalam pengungsian ini.
d.      Orang yang mengatakan bahwa asal kata tasawuf berasal dari kata “shuf” artinya bulu atau kain yang dibuat dari bulu (wool).[4] Karena para sufi sering memakai kain bulu kasar.
e.       Pendapat yang mengatakan asal kata tasawuf adalah “shafa” atau “shafw” artinya bersih atau suci, karena orang-orang sufi bertujuan dalam hidupnya untuk membersihkan batin.[5]
f.       Pendapat yang mengatakan bahwa asal kata tasawuf adalah dari gelar Haus bin Murr, seorang sholeh dimasa Jahiliyah, gelarnya ialah “shufah” artinya ia senantiasa beriktikaf dan beribadah disisi Ka’bah. Hal ini karena orang-orang sufi selalu beribadah memuja dan memuji  Tuhannya.
g.      Orang yang berpendapat bahwa asal kata tasawuf itu dari kata “shafwah” artinya yang pilihan atau yang terbaik.
h.      Pendapat yang mengatakan bahwa asal kata tassawuf adalah “shifah” artinya sifat, karena orang sufi mementingkan tentang masalah sifat ini, yakni memilih sifat yang terpuji dari sifat yang tercela.[6]
i.        Sedangkan teori terbaru datang dari Barat yang menyatakan bahwa kata tasawuf itu bukan dari bahasa Arab, tetapi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “theosophi”. Sedangkan kata itu sendiri tersusun atas dua kata yakni “theo” dan “sophos”. “theo” artinya Tuhan dan “sophos” artinya hikmah. Jadi “theosophi” berarti hikmah keTuhannan. Hal ini karena ajaran tasawuf menurut mereka banyak dipengaruhi oleh ajaran Yunani Neo-Platonisme.[7]


b. Secara Terminologi
Setelah mengetahui pengertian tasawuf beradaskan akar katanya (secara etimologis), maka akan dibahas pula pengertian tasawuf secara terminologi (secara istilah). Dalam hal ini, para ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda pula,[8] diantaranya :
a.       Syekh Zakaria al Anshari berkata bahwa tassawuf adalah ilmu yang dengannya dapat diketahui tentang pembersihan jiwa, perbaikan budi pekerti serta pembangunan lahir dan batin untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi.
b.      Syekh Ahmad Zaruq membedakan antara tasawuf, fiqh dan ilmu tauhid. Tasawuf diartikan sebagai ilmu yang bertujuan memperbaiki hati dan memfokuskannya hanya untuk Allah semata. Fiqih merupakan ilmu yang bertujuan untuk memperbaiki amal, memelihara aturan dan menampakkan hikmah dari setiap hukum. Sedangkan ilmu tauhid diartikan sebagai ilmu yang bertujuan untuk mewujudkan dari dalil dan menghiasi iman dan keyakinan.[9]
c.       Abu Hasan Asy Syadzilli mendefinisikan tasawuf untuk melatih jiwa agar tekun beribadah dan mengembalikannya kepada hukum-hukum keTuhanan.
d.      Ibnu Ujaibah mengartikan tasawuf sebagai ilmu yang dengannnya diketahui cara untuk mencapai Allah, membersihkan batin dari akhlak tercela dan menghiasinya dengan akhlak terpuji. Bahkan beliau membagi tasawuf dalam 3 kategori, awalnya tasawuf merupakan ilmu, tengahnya amal, dan akhirnya merupakan karunia. Atau bisa didefinisikan sebagai tiang penyangga untuk penjernihan hati dari kotoran materi, dan pondasinya adalah hubungan manusia dengan Sang Pencipta yang Agung. Jadi seeorang sufi merupakan orang yang hati dan interaksi yang murni hanya untuk Allah, sehingga Allah memberinya karamah.[10]
e.       Utsman Al Makki menyatakan bahwa tasawuf adalah keadaan dimana seorang hamba setiap waktu melakukan suatu perbuatan (amal) yang lebih baik dari waktu yang sebelumnya.
f.       Syekh Abdul Qadir Al Jaelani berpendapat bahwa tasawuf adalah mensucikan hati dan melepasskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwat, riyadhah, dan terus menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan ikhlas.[11]
g.      Abul Qasim Al Qusyairi mengatakan tasawuf adalah menjabarkan ajaran-ajaran Al Qur’an dan As Sunanh, berjuang dalam mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah, mengendalikan syahwat, serta menjauhi dalam hal-hal yang meringan-ringankan ibadah.
h.      Abdul Wahhab As Sya’roni menyebutkan, bahwa ilmu tasawuf adalah ilmu pengetahuan yang dilimpahkan ke dalam hati para wali dikala hati mereka telah disinari oleh cahaya Al Qur’an dan Sunnah Nabi.[12]
i.        Dan ada pendapat lain yang menyatakan bahwa tasawuf adalah pencapaian karakter mulia melalui penyucian hati atau pengetahuan yang membawa sang penempuh mendaki pengetahuan tanpa akhir tentang Allah SWT.[13]
j.        Sedangkan ilmu tasawuf dapat diartikan sebagai ilmu untuk mengetahui keadaan jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara menyucikan jiwa dari berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah.[14]

2.2  Asal Usul Tasawuf
Kalau kita perhatikan, pertumbuhan tasawuf pada mulanya dapatlah dipandang bahwa tahannuts Rasulullah di gua Hiro’, merupakan awal tasawuf pada diri nabi SAW. Tetapi karena tahannuts terjadi sebelum al-Qur’an diturunkan, maka tahannuts tidak dapat dijadikan awal tasawuf Islam. Hanya peri hidup Rasul setelah turun al-Qur’an lah yang kita pandang awal tasawuf Islam.
Tahannuts Rasulullah SAW di gua Hira’ memang untuk mensucikan rohani, tetapi karena hal itu bukan dari ajaran Allah yang diturunkan setelah datangya syariat Islam, maka tahannuts Rasul di gua Hira’ tidak dapat dijadikan sebagai sumber tasawuf Islam.
Setelah Muhammad menjadi Rasul maka mulailah beliau mengajak manusia membersihkan rohaninya dari kotoran-kotaran syirik dan kotoran-kotoran nafsu amarah yang tidak sesuai dengan fitrah aslinya. Beliau berdakwah menyeru manusia memperteguh tauhid dan mempertinggi akhlaknya untuk mencapai keridhaan Allah.
Peri hidup Muhammad SAW sudah cukup menjadi suri teladan para sufi yang ingin menempuh jalan kebenaran. Rasulullah menempuh hidupnya yang penuh liku-liku dengan iman yang mantap dan ketabahan yang bergelora.
Jiwa Rasulullah telah ditempa dengan ajaran-ajaran kerohanian yang murni datang dari Illahi. Tidaklah salah cerita Sa’id ibn Hisyam : “ Aku datang menemui Ibu ‘Aisyah lalu aku tanyakan tentang akhlak Rasulullah SAW. Ibu ‘Aisyah menjawab :” Bisakah engkau membaca al-Qur’an ?”, kataku : “ada” ujar beliau : “Akhlak Rasulullah adalah al-Qur”an itu.[15]
Rasulullah Saw tidak membenci dunia, tetapi beliau tidak mau terpengaruh terhadap urusan dunia. Sabda Rasulullah SAW : ”sesungguhnya ada hak kewajibanmu terhadap dirimu, maka puasalah kamu  dan berbuka, bangunlah untuk beribadah pada malam hari dan tidur, karena aku bangun beribadah pada malam hari dan tidur, aku berpuasa dan juga berbuka , aku makan daging dan lemak, dan aku datangi perempuan-perempuan. Barang siapa tidak suka kepada sunnahku itu, maka tidaklah dia termasuk sebagian dari umatku. Kemudian dihimpunkannya orang banyak lalu beliau berkhutbah dihadapan mereka, katanya: Apakah halnya dengan beberapa kaum, mereka mengharamkan perempuan, makanan, wangi-wangian, tidur, dan syahwat dunia ?. ketahuilah bahwa aku tidak menyuruh kamu menjadi pendeta-pendeta dan rahib-rahib. Maka sesungguhnya tidak ada dalam agamaku meningglkan makan daging dan meninggalkan perempuan dan tidak pula membuat-buat ibadah. Dan bahwasannya perlawatan umatku ialah puasa dan rubbaniyah (kebiasan) mereka ialah jihad. Sembahlah Allah dan jangan sekutukan sesuatu dengan Dia. Kerjakanlah haji serta umrah, dirikanlah shalat, keluarkanlah zakat, puasalah di bulan Ramadhan, dan tetaplah atas yang demikian, niscaya kamu akan dimantapkan. Sesungguhnya orang-orang yang dahulu daripada kamu binasa sebab memberat-beratkan urusan agama. Mereka berat-beratkan atas diri mereka lalu Allah memberatkannya. Maka itulah peninggalan-peninggalan mereka pada gereja-gereja dan tempat-tempat peribadatan.”[16]
Demikianlah patokan dari Rasulullah tentang pandangan hidup seorang muslim. Dunia boleh dimanfaatkan tetapi jangan sampai terpengaruh oleh godaannya. Orang yang mengingkari patokan diatas merupakan orang yang sesat dan bukan termasuk umat Muhammad. Jadi ciri khas tasawuf di masa Rasul ialah berpegang teguhnya kaum muslimin dengan al-Qur’an dan sunnahnya.
Demikian halnya yang terjadi masa sahabat, yang mencontoh langsung cara hidup Rasul dan mereka adalah manusia-manusia yang berakhlak mulia dan membaktikan hidupnya untuk kepentingan agama.[17]
Diwaktu Rasul masih hidup, Abu Bakar yang hartawan itu telah mengurbankan harta bendanya secara keseluruhan untuk kepentingan agama. Pernah Rasul bertanya kepadanya :”apalagi yang engkau buat wahai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab :”Cukup bagiku Allah dan Rasulnya.”
Umar bin Khattab merupakan seorang sahabat yang berbudi tinggi, dia menyediakan malamnya untuk beribadah, dan siangnya untuk urusan negara. Meskipun ia seorang pemimpin negara, namun pakaiannya biasa-biasa saja, rendah hati, wara’ dan berbudi luhur.
Utsman bin Affan adalah seorang yang dermawan. Beliau telah memberikan sebagian dari hartanya untuk kepentingan agama. Apabila dia berada dirumah, maka Al Qur’an tidak pernah lepas dari tangannya. Beliau acap kali mentilawahkan Al Qur’an dan memahami kandungannya sampai larut malam.
Sedangkan Ali bin Abi Thallib terkenal akan tawadhu’nya, beliau tidak malu memakai pakaian yang baertambal-tambal, bahkan ia sendiri yang menambal pakainnya. Sekali waktu ia pernah menjinjing daging dari pasar, lalu ada seseorang yang bertanya :”apakah tuan tidak malu membawa daging itu ya Amirul Mu’minin?” Beliau menjawab :” yang kubawa ini merupakan barang halal, apa yang kumalukan terhadapnya ?.”
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpukan bahwa para sahabat tetap berpegang teguh terhadap ajaran Al Qur’an dan meneladani Rasul yang baru saja menghilang dari tengah-tengah mereka. Dan ciri-ciri tasawuf pada masa sahabat adalah :
a.       Memegang teguh ajaran kerohanian yang dipetik dari Al Qur’an.
b.      Meneladani perihidup Rasulullah SAW sepenuhnya.

Para tabi’in yang dekat dengan sahabat-sahabat nabi, terutama denga sahabat-sahabat besar dan Huzaifah bin Al Yaman, mendapatkan ajaran tassawuf secara langsung dari beliau-beliau itu. Dan mereka dapat meneladani perihidup para sahabat-sahabat nabi.[18]
Munculnya istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad 3 H, oleh Abu Hasyim al Kufy dengan meletakkan al sufi dibelakang namany, sebagaimana dikatakan oleh Nicholson bahwa sebelum Hasyim ada ahli yang mendahuluinya dalam zuhud, wara’, tawakal dan dalam hal mahabbah, akan tetapi dia adalah yang pertama kali diberi gelar al sufi.[19]
Hasan Al Basri merupakan orang pertama yang merintis ilmu tasawuf dan mengajarkan ilmu ini di masjid Basrah. Ajaran-ajaran tasawuf beliau senantiasa berlandaskan Al Qur’an dan Al Hadis, karena beliau memanglah ahli hadis dan ahli fiqih yang memiliki madzab sendiri. Pandangan yang amat teguh dipegangnya adalah zuhud, raja’ dan khauf. Hasan tidaklah terpengaruh oleh gangguan mata benda duniawi yang telah mulai menulari sebagian kaum muslimin dimasa itu. Beliau tidak suka menjadi seorang pejabat, karena takut terganggu urusan agamanya.
Ajaran zuhud yang dilandasi oleh raja’ dan khauf  membawa Hasan Al Basri menjadi seorang yang taat dalam beribadah. Ia selalu mengharapkan keridhaan dan maghfirah dari Allah dan senantiasa takut kalau iabdah yang telah dilaksanakan masih amat kurang menurut pandangan Allah. Bertitik tolak dari inilah, ia memandang remeh segala harta benda dunia.
Disamping adanya madarasah Hasan Al Basri di Basrah, mungul pula madrasah tasawuf di Madinah di bawah asuhan Sa’id bin Musayyab. Beliau mendapat banyak didikan dari sahabat Abu Hurairah. Ia dikenal dengan zuhud dan wara’.
­Di Kuffah, muncullah madarasah Sufyah Ats Tsauri. Beliau adalah seorang sufi yang teguh akan pendiriannya dalam menghadapi raja-raja ayng diktator dimasanya, dan beliau termashur dengan zuhud dan banyak beribadah. Beliau juga seorang pemuka ahli hadis yang mendapat julukan nama “Amirul Mu’minin fil Hadits” dan dalam bidang fiqih, beliau memiliki madzab sendiri.
Ada juga sufi perempuan yang bernama Rabi’ah Al Adawiyyah. Corak tasawuf Rabi’ah ini masih mirip dengan tasawuf pada periode awal masa tabi’in. Dan mahabbahlah yang mendorong beliau mengabdikan dirinya sepanjang hari kepada mahbub-Nya Allah SWT.
Selain para sufi diatas, timbul pula shufiyah yang antara lain, Malik bin Dinar, Tsabit al Banani, Ayyub As Saktayani, Muhammad bin Wasi’, Thaus, Rabi bin Khaitsam, Ibrahim bin Adham dan lain sebagainya.
Tasawuf dimasa tabi’in ini masih menurut jiwa al Qur’an dan Menurut praktek hidup Rasulullah SAW yang ditiru dan dileadani oleh para sahabat nabi. Dari para sahabat inilah para tabi’in meneladani cara hidup Rasul. Dan di masa tabi’in ini pelajaran tasawuf sudah mulai diajarkan sebagai sebuah disiplin ilmu.[20]
Pada hakikatnya, tasawuf merupakan bagian dari syariat Islam, yakni wujud dari ihsan, salah satu dari tiga kerangka ajaran Islam (iman, Islam, dan ihsan). Oleh karena itu perilaku tasawuf harus tetap berada dalam kerangka syariat Islam.[21] Iman dalam perkembangan disiplin ilmunya menjelma menjadi ilmu aqidah atau ilmu kalam, dimana didalamnya terdapat enam ajaran rukun iman dengan segala rangkaiannya. Sedangkan Islam, menjelma menjadi hukum dan rukun Islam yang masing-masing terdiri atas lima perkara, serta masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Sementar Ihsan, menjelma menjadi ilmu tasawuf, yakni suatu bentuk spiritualitas Islam dengan berbagai varian yang tertuju pada satu tujuan, yakni kesadaran dan ”komunikasi” langsung dengan Allah SWT.[22] Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Muslim yang melukiskan tentang dialog Rasulullah dengan malaikat Jibril mengenai sendi-sendi agama Islam. Setelah Rasul menjelaskan tentang keimanan dan keIslaman, maka ketika Rasulullah SAW ditanya tentang ihsan, maka beliau menjawab: “ Hendaknya engkau menyembah Allah dengan seakan-akan engkau melihat-Nya. Maka jika tidak bias melihat-Nya, ketauhilah bahwa sesungguhnya Dia melihatmu.”[23]
Inti dari pernyataan Rasulullah SAW adalah pentingnya kesadaran dalam beribadah, sekaligus penghayatan yang mendalam terhadap ajaran Islam. Melalui kesadaran dan penghayatan, maka segala sesuatu yang diperbuat oleh seorang Muslim maupun yang terjadi pada dirinya merupakan kehendak Allah SWT. Pada gilirannya kesadaran dan penghayatan ini dalam istilah tasawuf akan melahiran sikap taubat, wara’ (kehati-hatian), zuhud (tidak terpaut terhadap materi), sabar, qana’ah (menerima keadaan), ridha, tawakal, mahabbah (cinta), ma’rifatullah (mengenal Allah dan lain sebagainya, yang pada akhirnya akan membentuk nilai-nilai akhlaq al karimah (budi pekerti yang mulia).[24]





















BAB II
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Pada mulanya, istilah tasawuf belum dikenal paza masa Rasulullah SAW maupun pada masa sahabat. Walaupun pada saat itu, pengaplikasian tasawuf sangatlah kental. Hal tersbut tercermin dari segala tingkah laku atau perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah, yang selanjutnya hal tersebut tetap ditiru oleh para sahabat dan dilanjutkan pada masa tabi’in. Pengaplikasian tasawuf dimasa ini masihlah murni, yakni benar-benar bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah.
Sedangkan istilah tasawuf baru dikenal pada masa Hasan Al Basri. Yakni seorang tokoh zuhud yang mulai mengenalkan istilah tasawuf sebagai sebuah disiplin ilmu. Walupun begitu, gelar as sufi yang pertama diberikan kepada Hasyim Al Khufi.
Hingga saat ini, pengertian tasawuf secara bahasa belum dapat disepakati oleh semua kalangan, maka muncullah beberapa pendapat yang menyatakan akar bahasa dari tasawuf. Antara lain, shaf, shafw, shufah, shafa, theosophos dan lain-lain. Hal tersebut juga sama halnya dengan pengertian tasawuf secara istilah (terminologis). Para tokoh mengutarakan pendapat masing-masing yang pada intinya dapat simpulkan bahwa tasawuf merupakan sebuah ilmu yang berguna untuk menuntun seseorang agar lebih dekat dengan Allah, dengan mengembangkan akhlak terpuji dan menjauhi sesuatu yang tercela.

3.2  Saran
Pada dewasa ini, akhlak umat manusia sudah mulai bobrok, dan lebih parahnya lagi, hal ini juga dialami oleh umat muslim. Seperti adanya teroris, ISIS dan lain sebagainya. Dalam hal ini, ilmu tasawuf menawarkan kepada setiap insan agar dapat menjaga akhlaknya, yakni melakukan sesuat yang terpuji dan meninggalnya sesuatu yang tercela.


DAFTAR PUSTAKA

Al Galind, Muhammad As-Sayyid. Tasawuf, dalam Pandangan  Al Qur’an  dan As Sunnah. terj. Muhammad Abdullah Al Amiry. Jakarta: Cendekia, 2003.
Ali, Yunasril. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987.
Amandan, Saifuddin  dan Abdul Qadir Isa. Tasawuf Revolusi Mental, Zikir Mengolah Jiwa dan Raga. Banten : Ruhama, 2014.
Setyawan, Ebta. KBBI Offline Versi 1.1. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010.
Syukur, Amin. Menggugat Tasawuf, Sufisme Tanggung Jawab Sosial Abad 21. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
___________, Sufi Healing, Terapi dengan Metode Tasawuf. Jakarta: Erlangga, 2012.




[1] Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, Sufisme Tanggung Jawab Sosial Abad 21, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 7-11.
[2] Ebta Setyawan, KBBI Offline Versi 1.1, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2010).
[3] Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan Metode Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2012), 49.
[4] Muhammad As-Sayyid Al Galind, Tasawuf, dalam Pandangan  Al Qur’an  dan As Sunnah, terj. Muhammad Abdullah Al Amiry, (Jakarta : Cendekia, 2003), 43.
[5] Amin, Abad 21., 7-11.
[6] Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987), 3-5.
[7] Amin, Tasawuf., 49-50.
[8] Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987), 6.
[9] Saifuddin Amandan dan Abdul Qadir Isa, Tasawuf Revolusi Mental, Zikir Mengolah Jiwa dan Raga, (Banten: Ruhama, 2014), 77.
[10] Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan Metode Tasawuf, (Jakarta :Erlangga, 2012), 51.
[11] Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, Dimensi Esoteris Ajaran Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), 11
[12] Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987), 7.
[13] Amatullah Armstrong, Khazanah Istilah Sufi, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, (Bandung : Mizan, 1996), 289-290.
[14] Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, Dimensi Esoteris Ajaran Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), 12.
[15] Yunasril, Tasawuf, 50-55.
[16] Ibid., 55-56.
[17] Ibid., 56-57.
[18] Ibid., 57-60.
[19] Amin, Abad 21., 7-8.
[20] Yunasril, Tasawuf, 60-63.
[21] Amin, Abad 21., 2.
[22] Amin, Tasawuf., 5-6.
[23] Amin, Abad 21., 18.
[24] Amin, Tasawuf., 6.

2 komentar:

  1. Sangat memuaskan setelah saya membaca makalah Tasawuf ini sehingga saya bisa mengerti dan memahami tentang tasawuf, yang selama ini dalam memahami tasawuf hanya mengartikan bahwa kelomok Islam yang beraliran tarikat saja

    BalasHapus
  2. How to gamble on casino in NJ: 2021 tips, facts, tips
    Online 용인 출장샵 gambling is a form of entertainment that 경산 출장안마 has been 익산 출장샵 around since the 19th century. 보령 출장샵 The concept of 파주 출장마사지 gambling online is based on luck and chance.

    BalasHapus

 
back to top