BERSUCI
DARI HADAS DAN NAJIS
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas matakuliah
“HADIS 2”
Dosen
Pengampu :
Najahah
![](file:///C:/Users/AMIK/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
Disusun
Oleh
:
ZubdatulWahidin (932100114)
Ahmad Basyarudin S.A.H.A.P. (932101014)
Abdul Rozaq (932100714)
Farida Nur’aini (932102514)
(Kelas J)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAIN) KEDIRI
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Allah itu bersih
dan suci, sehingga untuk menemuinya, manusia harus terlebih dahulu bersuci atau
disucikan. Allah mencintai sesuatu yang bersih dan suci
Dalam hukum Islam,
bersuci dan segala seluk beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting
terutama karena diantaranya syarat-syarat sholat telah ditetapkan. Bahwa
seseorang yang hendak melakukan sholat, wajib suci dari hadas, suci badannya,
dan tempatnya dari najis.
Dalam kehidupan
sehari-hari, kita tidak lepas dari sesuatu (barang) yang kotor dan najis.
Sehingga thaharah dijadikan sebagai alat dan cara untuk mensucikan diri sendiri
agar sah dalam beribadah.
1.2 Rumusan Masalah
- Apa itu thaharah ?
- Air apa saja yang dapat digunakan untuk bersuci ?
- Bagaimana peranan thaharah dengan adanya hadas dan
najis ?
- Bagaimana tata cara berthaharah yang baik dan benar
sesuai hadis ?
1.3 Tujuan
- Memahami hakikat thaharah.
- Mengetahui jenis air untuk bersuci.
- Memahami peranan thaharah terhadap hadas dan hadis.
- Mengerti dan dapat mengamalkan tata cara berthaharah
yang yang baik dan benar sesuai hadis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Thaharah
A.
Pengertian
Thaharah atau bersuci adalah cara untuk membersihkan
diri dari hadas dan najis melaluli cara-cara yang ditetapkan oleh syariat
Islam. Tanpa bersuci terlebih dahulu, shalat seseorang tidak akan di terima
oleh Allah Swt. dalam al-Qur’an disebutkan.[1]
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tÏ÷r&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4 bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#rã£g©Û$$sù 4 bÎ)ur NçGYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4n?tã @xÿy ÷rr& uä!%y` Ótnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& ãMçGó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y6ÍhsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNà6Ïdqã_âqÎ/ Nä3Ï÷r&ur çm÷YÏiB 4 $tB ßÌã ª!$# @yèôfuÏ9 Nà6øn=tæ ô`ÏiB 8ltym `Å3»s9ur ßÌã öNä.tÎdgsÜãÏ9 §NÏGãÏ9ur ¼çmtGyJ÷èÏR öNä3øn=tæ öNà6¯=yès9 crãä3ô±n@ ÇÏÈ [2]
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia
hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur.” [3]
Suci dari hadas ialah
yang berlaku pada badan dengan menggunakan wudhu, mandi dan tayammum.
Sedanngakan suci dari najis ialah menghilangkan najis yang ada di badan, tempat
dan pakaian.[4]
B.
Air
1. Macam-macam Air
Air
yang dapat dipakai bersuci adalah air yang bersih (suci dan mensucikan) yaitu
air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum di pakai untuk
bersuci. Air yang suci dan mensucikan ialah air hujan, sumur, laut, sungai,
salju (air es yang sudah sudah mencair kembali), telaga (danau, belik), dan
embun.
2. Pembagian Hukum Air
Ditinjau dari segi hukumnya, air dapat di
bagi menjadi empat bagian, yaitu:
1) Air
suci dan mensucikan, yaitu Air Muthlaq artinya air yang masih murni, dapat
digunakan untuk bersuci dengan tidak makruh. Terdapat air yang sudah berubah
warna, rasa, dan baunya, namun tetap bisa mensucikan, jika perubahannya karena
hal-hal berikut:
a) Berubah
karena tempatnya, seperti air di batu belerang.
b) Berubah
karena lama tersimpan, seperti air kolam.
c) Berubah
karena sesuatu yang terjadi padanya, seperti perubahan yang disebabkan oleh
ikan atau kiambang (tumbuhan yang mengapung di permukaan air).
d) Berubah
karena tanah yang suci, atau karena sukar memeliharanya, misalnya berubah
karena daun-daunan yang jatuh, atau lumut.
2) Air
suci yang dapat mensucikan, tetapi makruh di gunakan, yaitu Air Musyammas (air
yang dipanaskan dengan matahari) di tempat logam yang bukan perak atau emas.
Jika terjemur di tanah atau tempat yang bukan logam, maka tidak makruh
digunakan.[5]
3) Air
suci tetapi tidak dapat mensucikan, seperti:
a) Air
Musta’mal, adalah air yang telah digunakan untuk bersuci menghilangkan hadas
atau najis walaupun tidak berubah rupa, rasa, dan baunya.[6]
b) Air
yang telah berubah salah satunya karena bercampur dengan sesuatu benda yang
suci, seperti: air kopi, teh, jus dan sebagainya.
c) Air
pepohonan atau air buah-buahan, seperti air yang keluar dari tekukan kayu.
Misalnya air nira, air kelapa, dan sebagainya.
a) Air
yang kena najis (kemasukan najis), sedang jumlahnya kurang dari dua kullah,
maka air semacam ini tidak suci dan tidak dapat mensucikan. Jika lebih dari dua
kullah dan tidak berubah sifatnya, maka sah untuk bersuci.[8]
b) Bila
sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis, maka air ini tidak boleh dipakai
lagi, baik airnya sedikit atau banyak, sebab hukumnya najis.[9]
2.2 Najis
A. Macam dan Jenis Benda yang Dihukumi Najis
Suatu barang
atau benda menurut hukum asalnya adalah suci, selama tidak ada dalil yang
menyatakannya benda najis atau haram. Berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an
Hadits dan kesepakatan para ulama, dapat disebutkan berbagai jenis benda yang
dihukumi sebagai benda najis, yaitu:
1) Bangkai
bintang darat yang berdarah, kecuali bangkai manusia, ikan, dan belalang.
2) Segala
macam jenis darah adalah najis, kecuali hati, limpa, dan jantung. Adapun darah
yang tertinggal dalam daging binatang yang sudah disembelih, begitu juga darah
ikan termasuk suci dan dimaafkan, artinya diperbolehkan atau dihalalkan jika
termakan.
3) Segala
jenis dan bentuk nanah.
4) Segala
sesuatu (benda cair) yang keluar dari kubul dan dubur.
5) Anjing
dan babi.
6) Minuman
keras, seperti arak dan sebagainya yang memabukkan.
7) Bagian
anggota badan binatang yang terpisah karena dipotong selagi binatang tersebut
masih hidup.
B. Pembagian Najis dan Tata Cara Membersihkannya
Untuk mengetahui bagaimana cara mencuci benda yang
terkena najis, terlebih dahulu harus diketahui tentang pembagian najis itu
sendiri. Najis dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1) Najis
Mukhaffafah (ringan), yaitu air kencing bayi laki-laki yang belum
berumur 2 tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali air susu ibunya. Cara
membersihkannya dengan memercikkan air pada benda yang terkena najis. Jika kencing
anak perempuan walaupun belum memakan apapun selain ASI, tetap harus di basuh
dengan air hingga zat najis dan sifat-sifatnya hilang.[10]
حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ أُمِّ قَيْسٍ بِنْتِ
مِحْصَنٍ
أَنَّهَا أَتَتْ بِابْنٍ لَهَا صَغِيرٍ لَمْ يَأْكُلْ الطَّعَامَ
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَجْلَسَهُ فِي
حَجْرِهِ فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِمَاءٍ فَنَضَحَهُ وَلَمْ يَغْسِلْهُ[11]
Telah
menceritakan kepadaku dari Malik dari Ibnu Syihab dari Ubaidullah bin Abdullah
bin 'Utbah bin Mas'ud dari Ummu Qais binti Mihshan Bahwasanya ia pernah datang
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan membawa bayinya yang
belum mengkonsumsi makanan. Lalu
ia meletakkan bayinya di pangkuan beliau, sehingga kecingnya mengenai baju
beliau. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian meminta air dan
memercikkannya tanpa mencucinya."[12]
HADIS PENDUKUNG
بول الصبي يصيب
الثوب
|
|||
الدعاء للصبيان
بالبركة ومسح رءوسهم
|
|||
ما جاء في بول
الصبي
|
|||
بول الصبي الذي لم
يأكل الطعام
|
2) Najis
Mutawassithah (sedang), yaitu segala sesuatu yang keluar dari kubul dan
dubur manusia dan binatang, seperti air madzi (mani yang cair), barang cair
yang memabukkan, susu hewan yang tidak halal dimakan, bangkai, juga tulang dan
bulunya, kecuali bangkai manusia, ikan, dan belalang.[15]
Cara mencucinya dengan dibasuh hingga hilang zat dan sifat najisnya. Najis Mutawassithah
dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Najis
‘ainiyah, adalah najis yang masih berwujud, yakni yang Nampak dapat dilihat.
b) Najis
hukmiyah, adalah najis yang tidak kelihatan bendanya, seperti bekas kecing,
atau arak yang sudah kering.[16]
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ ثَابِتٍ
عَنْ أَنَسٍ
أَنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَقَامَ إِلَيْهِ
بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا
تُزْرِمُوهُ فَلَمَّا فَرَغَ دَعَا بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَصَبَّهُ عَلَيْهِ[17]
Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah dia berkata; Telah
menceritakan kepada kami Hammad dari Tsabit dari Anas bin Malik bahwa ada
seorang Arab Badui kencing di masjid, maka sebagian orang bangkit untuk
menghentikannya, tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menegurnya,
"Jangan hentikan dia (dari hajatnya) ". Setelah ia selesai dari
hajatnya, beliau meminta seember air. Kemudian menyiraminya.[18]
HADIS
PENDUKUNG
الرفق في الأمر كله
|
|||
الأرض يصيبها البول كيف تغسل
|
|||
ترك التوقيت في الماء
|
|||
التوقيت في الماء
|
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ هِشَامٍ قَالَ حَدَّثَتْنِي
فَاطِمَةُ عَنْ أَسْمَاءَ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ قَالَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ
فَاطِمَةَ عَنْ أَسْمَاءَ
أَنَّ امْرَأَةً أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ قَالَتْ
تَحُتُّهُ ثُمَّ لِتَقْرُصْهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ لِتَنْضَحْهُ ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ[21]
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Hisyam
berkata, telah menceritakan kepadaku Fatimah dari Asma', dan Abu Mu'awiyah
berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Fatimah dari Asma', bahwa
seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata,
"Salah seorang dari kami pakaiannya ada yang terkena darah haid?" Asma'
berkata (sabda Nabi), "Hendaknya ia mengerik dan menggosok dengan air,
setelah itu hadits hendaklah ia shalat dengannya."[22]
Sumber : Ahmad
Kitab : Sisa musnad sahabat Anshar
Bab : Hadits Asma` binti Abu Bakr Ash Shiddik
Kitab : Sisa musnad sahabat Anshar
Bab : Hadits Asma` binti Abu Bakr Ash Shiddik
Radliyallahu 'anhuma
HADIS PENDUKUNG
حديث أسماء بنت أبي بكر الصديق رضي الله عنهما
|
|||
حديث أسماء بنت أبي بكر الصديق رضي الله عنهما
|
|||
نجاسة الدم وكيفية غسله
|
أَخْبَرَنَا عُتْبَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْمَرْوَزِيُّ عَنْ
مَالِكٍ وَهُوَ ابْنُ أَنَسٍ عَنْ أَبِي النَّضْرِ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ
عَنْ الْمِقْدَادِ بْنِ الْأَسْوَدِ
أَنَّ عَلِيًّا أَمَرَهُ أَنْ يَسْأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الرَّجُلِ إِذَا دَنَا مِنْ أَهْلِهِ فَخَرَجَ
مِنْهُ الْمَذْيُ مَاذَا عَلَيْهِ فَإِنَّ عِنْدِي ابْنَتَهُ وَأَنَا أَسْتَحِي
أَنْ أَسْأَلَهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ ذَلِكَ فَلْيَنْضَحْ فَرْجَهُ
وَيَتَوَضَّأْ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ[25]
Telah mengabarkan kepada kami 'Utbah bin Abdullah Al Marwazi
dari Malik yaitu Ibnu Anas dari Abu Nadhr dari Sulaiman bin Yasar dari Miqad
bin Al Aswad, bahwa Ali memerintahkannya untuk bertanya kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam tentang orang yang ingin mendekati istrinya,
tetapi keluarlah air madzi, apakah yang harus ia perbuat? Anak perempuan nabi
adalah istriku, sehingga aku malu menanyakan hal tersebut, dan beliau menjawab,
" Bila salah seorang dari kalian mendapatkan seperti itu, hendaklah ia
memercikkan kemaluannya dengan air, lalu berwudlu sebagai mana wudlu
shalat."[26]
Sumber : Nasa'i
Kitab : Thaharah
Bab : Madzi yang membatalkan dan tidak membatalkan wudhu"
No. Hadist : 156[27]
Kitab : Thaharah
Bab : Madzi yang membatalkan dan tidak membatalkan wudhu"
No. Hadist : 156[27]
HADIS PENDUKUNG
في المذي
|
|||
حديث المقداد بن
الأسود رضي الله عنه
|
|||
الوضوء من المذي
|
3) Najis
Mughallazhah (berat), yaitu najis anjing dan babi beserta keturunannya.
Benda yang terkena najis ini, hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali
diantaranya hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur dengan tanah.[28]
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَهُورُ
إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ
أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ[29]
Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb telah
menceritakan kepada kami Ismail bin Ibrahim dari Hisyam bin Hassan dari
Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Sucinya bejana kalian apabila ia dijilat oleh
anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, yang pertama dengan tanah."[30]
HADIS PENDUKUNG
الوضوء بسؤر الكلب
|
|||
حكم ولوغ الكلب
|
|||
تعفير الإناء
بالتراب من ولوغ الكلب فيه
|
|||
ما جاء في سؤر
الكلب
|
2.2 Hadas
Pengertian
hadas secara umum ialah setiap perkara yang membatalkan wudhu karena empat
sebab :
1. Setiap
perkara yang keluar dari dua jalan yaitu qubul dan dubur kecuali
mani.
2. Menyentuh
qubulnya anak adam atau pun lubang duburnya dengan telapak tangan tanpa
pelindung.
3. Bersentuan
kulit lawan jenis yang bukan muhrim.
4. Hilangnya
akal, selain tidur.[33]
(Para imam mazhab sepakat bahwa tidur sambil berbaring dan bersandar dapat
membatalkan wudu.)[34]
- Wudlu
Menurut bahasa,
wudlu berarti bersih dan indah. Sedangkan menurut syara’ yaitu untuk
menghilangkan hadas kecil.[35]
Berikut merupakan hadis yang terkait dengan tata cara berwudlu :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأُوَيْسِيُّ
قَالَ حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ عَطَاءَ بْنَ
يَزِيدَ أَخْبَرَهُ أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ رَأَى
عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِإِنَاءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ
فَغَسَلَهُمَا ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْإِنَاءِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ
ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثَ مِرَارٍ
ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ إِلَى
الْكَعْبَيْنِ ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا
يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
وَعَنْ إِبْرَاهِيمَ
قَالَ قَالَ صَالِحُ بْنُ كَيْسَانَ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَلَكِنْ عُرْوَةُ
يُحَدِّثُ عَنْ حُمْرَانَ فَلَمَّا تَوَضَّأَ عُثْمَانُ قَالَ أَلَا أُحَدِّثُكُمْ
حَدِيثًا لَوْلَا آيَةٌ مَا حَدَّثْتُكُمُوهُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَتَوَضَّأُ رَجُلٌ يُحْسِنُ وُضُوءَهُ وَيُصَلِّي
الصَّلَاةَ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الصَّلَاةِ حَتَّى
يُصَلِّيَهَا قَالَ عُرْوَةُ الْآيَةَ}إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنْ الْبَيِّنَاتِ[36]{
Telah menceritakan kepada kami Abdul 'Aziz bin 'Abdullah Al Uwaisy berkata, telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Sa'd dari Syihab bahwa 'Atha' bin Yazid mengabarkan kepadanya bahwa Humran mantan budan 'Utsman mengabarkan kepadanya, bahwa ia telah melihat 'Utsman bin 'Affan minta untuk diambilkan bejana (berisi air). Lalu dia menuangkan pada telapak tangannya tiga kali lalu membasuh keduanya, lalu ia memasukkan tangan kanannya ke dalam bejana lalu berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung, kemudian membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kedua tangan hingga siku tiga kali, kemudian mengusap kepala, kemudian membasuh kedua kakinya tiga kali hingga kedua mata kaki. Setelah itu ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa berwudlu seperti wudluku ini, kemudian dia shalat dua rakaat dan tidak berbicara antara keduanya, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni." Dan dari Ibrahim berkata, Shalih bin Kaisan berkata, Ibnu Syihab berkata. Tetapi 'Urwah menceritakan dari Humran, "Ketika 'Utsman berwudlu, dia berkata, "Maukah aku sampaikan kepada kalian sebuah hadits yang kalau bukan karena ada satu ayat tentu aku tidak akan menyampaikannya? Aku pernah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang laki-laki berwudlu dengan membaguskan wudlunya kemudian mengerjakan shalat, kecuali akan diampuni (dosa) antara wudlunya dan shalatnya itu hingga selesai shalatnya." 'Urwah berkata, "Ayat yang dimaksud adalah: '(Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan…) ' (Qs. Al Baqarah: 159).[37]
Sumber
: Bukhari
Kitab : Wudlu
Bab : Berwudlu' (membasuh anggota wudlu') tiga
kali tiga kali
HADIST PENDUKUNG
مسند عثمان بن عفان
رضي الله عنه
|
|||
باب الوضوء ثلاثا
|
|||
صفة الوضوء وكماله
|
|||
ثواب من أحسن
الوضوء ثم صلى ركعتين
|
JALUR SANAD
![Urutan Sanad](file:///C:/Users/AMIK/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.png)
![Urutan Sanad](file:///C:/Users/AMIK/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.png)
![Urutan Sanad](file:///C:/Users/AMIK/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.png)
![Urutan Sanad](file:///C:/Users/AMIK/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.png)
![Urutan Sanad](file:///C:/Users/AMIK/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.png)
|
|
|
|
|
|
|||||||
|
|
|
|
|||||||||||
|
|
- Tayamum
Tayamum adalah
mengusap muka dan kedua belah tangan debu yang suci. Dan pada saat-saat
tertentu, tayamum dapat menggantikan wudlu dan mandi dengan syarat-syarat yang
tertentu.
Adapun
syarat-syarat tayamum :
1.
Menggunakan debu yang suci.
2.
Tidak ada air dan telah berusaha untuk mencari, tetapi
tidak ada.
3.
Berhalangan untuk menggunakan air, misal : sedang sakit
yang bila terkena air, maka sakitnya akan kambuh.
4.
Telah masuk waktu sholat.[41]
Dan berikut merupakan hadis tentang tata cara bertayamum
:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ الْعَبْدِيُّ حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ عَنْ أَبِي مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى قَالَ
كُنْتُ عِنْدَ عُمَرَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ إِنَّا نَكُونُ
بِالْمَكَانِ الشَّهْرَ وَالشَّهْرَيْنِ فَقَالَ عُمَرُ أَمَّا أَنَا فَلَمْ
أَكُنْ أُصَلِّي حَتَّى أَجِدَ الْمَاءَ قَالَ فَقَالَ عَمَّارٌ يَا أَمِيرَ
الْمُؤْمِنِينَ أَمَا تَذْكُرُ إِذْ كُنْتُ أَنَا وَأَنْتَ فِي الْإِبِلِ
فَأَصَابَتْنَا جَنَابَةٌ فَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَأَتَيْنَا النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ إِنَّمَا كَانَ
يَكْفِيكَ أَنْ تَقُولَ هَكَذَا وَضَرَبَ بِيَدَيْهِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ
نَفَخَهُمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ إِلَى نِصْفِ الذِّرَاعِ
فَقَالَ عُمَرُ يَا عَمَّارُ اتَّقِ اللَّهَ فَقَالَ يَا أَمِيرَ
الْمُؤْمِنِينَ إِنْ شِئْتَ وَاللَّهِ لَمْ أَذْكُرْهُ أَبَدًا فَقَالَ عُمَرُ
كَلَّا وَاللَّهِ لَنُوَلِّيَنَّكَ مِنْ ذَلِكَ مَا تَوَلَّيْتَ[42]
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir Al-'Abdi
telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Salamah bin Kuhail dari Abu Malik
dari Abdurrahman bin Abza dia berkata; Saya pernah bersama Umar, lalu ada seorang
laki-laki datang seraya berkata; Mungkin kita berada di tempat yang tidak ada
air padanya sebulan atau dua bulan. Maka Umar berkata; Adapun saya, maka saya
tidak akan shalat sampai saya menemukan air. Maka Ammar berkata; "Wahai
Amirul Mukminin, Tidakkah Anda ingat tatkala saya dan Anda mengembala unta,
kemudian kita junub. Adapun saya, maka saya berguling-guling di tanah. Lalu
kita datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan saya sebutkan hal itu
kepada beliau, maka beliau bersabda: "Sesunngguhnya cukup bagimu melakukan
begini", kemudian beliau menepukkan kedua tangannya ke tanah, lalu
meniupnya, kemudian mengusapkan keduanya pada wajah dan kedua tangannya hingga
pertengahan lengan. Lalu Umar berkata; Wahai Ammar, takutlah kamu kepada Allah.
Maka dia berkata; Wahai Amirul Mukminin, demi Allah, jika anda menghendaki saya
tidak akan menyebutnya selamanya. Umar berkata; Tidak demi Allah, kami akan
biarkan apa yang engkau katakan.[43]
Sumber : Abu Daud
Kitab : Thaharah
Bab : Tayamum
No. Hadist : 275[44] dan 322[45]
HADIS PENDUKUNG
التيمم
|
|||
المتيمم هل ينفخ فيهما
|
|||
تيمم الجنب
|
- Mandi Besar
Untuk mengerjakan
sholat, kita harus bersuci dari hadas besar. Dan cara untuk menghilangkan hadas
besar, kita wajib mandi besar. Dengan cara membasuh seluruh tubuh, mulai dari
ujung kaki sampai ujung kepala.[46]
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو
مُعَاوِيَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ
فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ
فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ يَأْخُذُ الْمَاءَ فَيُدْخِلُ
أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ الشَّعْرِ حَتَّى إِذَا رَأَى أَنْ قَدْ اسْتَبْرَأَ
حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ
ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ[47]
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at-Tamimi
telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Hisyam bin Urwah dari
bapaknya dari Aisyah dia berkata, "Dahulu apabila Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam mandi hadas karena junub, maka beliau memulainya
dengan membasuh kedua tangan. Beliau menuangkan air dengan tangan kanan ke atas
tangan kiri, kemudian membasuh kemaluan dan berwudhu dengan wudhu untuk shalat.
Kemudian beliau menyiram rambut sambil memasukkan jari ke pangkal rambut
sehingga rata. Hingga ketika selesai, beliau membasuh kepala sebanyak tiga
kali, lalu beliau membasuh seluruh tubuh dan akhirnya membasuh kedua kaki. [48]
HADIS PENDUKUNG
في الغسل من الجنابة
|
|||
الوضوء قبل الغسل
|
|||
العمل في غسل الجنابة
|
|||
استبراء البشرة في الغسل من الجنابة
|
JALUR SANAD
![]() ![]() ![]() ![]() |
|
|
||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||
|
|
|||||||||
|
|
2.3 Masalah-Masalah Terkait
- Cara
Menyikapi Benda Atau Tubuh Yang Dicurigai Terkena Najis :
1. Tali
yang digunakan untuk menjemur benda najis, kemudian tali tersebut kering terkena
sinar matahari atau hembusan angin, maka tali tersebut dapat dipakai untuk
menjemur benda suci setelah itu,
2. Jika
seseorang terkena sesuatu, tapi ia tidak tahu apakah itu air (suci) ataukah air
kencing, maka ia tidak punya kewajiban untuk menanyai hal tersebut. Orang yang
mengetahui akan sesuatu yang mengenainya juga tidak berkewajiban untuk
menjawab, meskipun ia tahu bahwa air tersebut adalah najis. Jika seoerti itu,
orang itu tidak berkewajiban untuk menbersihkan atau mencucikannya.
3. Jika
ada sesuatu yang tidak diketahui mengenai kaki atau ujung baju seseorang pada
malam hari, maka ia tidak bekewajiban untuk mencium aroma benda tersebut untuk
mencari tahu. Suatu ketika Umar bin Khattab ra. berjalan bersama temannya, lalu
ada sesuat yang jatuh mengenainya dari timbangan milik seseorang. Temannya
berkata:”Wahai pemilik timbangan, apakah ait milikmu suci ataukah najis ?” Kata
Umar:”Pemilik timbangan, jangan beritahu kami.” lalu ia pergi.
4. Debu-debu
jalanan yang mengenai seseorang tidak wajib disucikan. Qumail bin Ziyad
berkata:” aku melihat Ali ra. melewati tanah becek akibat hujan, kemudian ia
masuk ke dalam masjid dan melakukan sholat tanpa terlebih dahulu membersihkan
kedua kakinya.”
5. Jika
ada seseorang yang baru seselai melaksanakan sholat, lalu ia melihat ada najis
yang mengenai pakaian atau tubuhnya, tapi ia tidak mengetahui akan hal itu atau
ia tahu, tapi lupa, atau ia sebenarnya tidak lupa tapi tidak bisa
membersihkannya, lantas sholatnya sah dan tidak perlu untuk mengulangi
sholatnya tersebut. Allah berfirman :
“….Dan
tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu....”.[52]
Pendapat seperti diatas telah menjadi
kesepakatan para sahabat dan tabi’in.
6. Barang
siapa yang tidak tahu letak najis yang telah mengenai pakaiannya, maka ia wajib
mencuci secara keseluruhan pakaian itu. Hal itu karena, dengan menggunakan cara
itu, ia akan yakin bahwa pakaiannya menjadi suci secara keseluruhan.
7. Jika
seseorang ragu manakah pakaian yang suci dan mana pakaian yang najis, maka ia
sebaiknya berhati-hati. Ia boleh melaksanakan sholat dengan mengenakan suatu
pakaian untuk satu kali sholat saja, baik pakaian yang suci tersebut banyak
atau sedikit.[53]
- Masalah Hadas
Dewasa ini, banyak sekali para muslim yang kurang
memahami secara benar tentang bagaimana melakukan thaharah yang benar sesuai syar’i.
Sebagai contoh :
1. Wanita zaman
sekarang tidak terlalu paham, bahkan merasa acuh terhadap hukum haid.
Seyogyanya mereka dapat memahami Risalatul ma Haid dengan benar. Minimal
mereka mengerti secara garis besarnya. Yakni bagaimana hukumnya haid, cara
mensucikan haid, nifas dan lain-lain.
2. Hal serupa juga
dialami oleh para laki-laki. Mereka kadang kurang terlalu paham tentang sikap
apa yang harus diambil ketika berhadas besar. Terlebih lagi kaum muda zaman
sekarang terkadang belum memahami tata cara melakukan mandi besar ketika
mengeluarkan air mani, maupun air madzi.
3. Selain itu, penting
halnya untuk para guru TPQ, sekolah maupun MADIN untuk menjelaskan bagaimana
dapat berthaharah dengan benar. Karena sesuatu akan lebih baik jika seseorang dapat
meahami sejak dini.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Thaharah merupakan
salah satu dari sekian banyak perintah yang tertuang dalam Al Qur’an dan As
Sunnah. Thaharah berguna untuk mensucikan badan, pakaian maupun tempat yang
kita gunakan. Terlebih lagi, hal ini berkaitan dengan pakaian serta tempat
untuk beribadah.
Untuk dapat bersuci
dengan baik dan benar, kita harus menggunakan air yang sesuai ketentuan syari’at,
yakni air yang suci dan mensucikan. Karena dalam ilmu Fiqh telah dibagi
beberapa tingkatan atau kategori dari air yang ada dalam kehidupan sehari-hari
kita.
Najis dan hadas
dibagi dalam beberapa kategori, yangmana dengan cara menyucikan yang
berbeda-beda pula. Ada jenis najis mukhaffafah, mutawasitah, dan mughaladhah.
Sedangkan hadas dibagi menjadi hadas besar dan hadas kecil.
3.2 Saran
Dewasa ini, banyak
kaum muslimin yang kurang paham dnegan bagaimana bersuci yang baik dan benar.
Sehingga perlu adanya pembinaan yang lebih intensif terutama oleh para orang
tua, guru MADIN, TPQ maupun guru sekolah. Sehingga kesadaran akan bersuci yang
sesuai syar’i dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Al Ashbuhi, Malik bin Anas Abu
Abdullah. Muwaththo’ Malik. Mesir: Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arabi. t.t. I.
Al Azadi, Sulaiman bin Al Asy’ats Abu Daud Sajastani. Sunan Abu Daud. Beirut: Dar al fikr. t.t. I.
Al Ju’fi, Muhammad bin Isma’il
Abu ‘Abdullah Al Bukhari. Shahih Bukhari. Beirut: Dar Ibnu Katsir Al
Yamamah. 1987. I.
Al
Naisyaburi, Muslim
bin Al Hajjaj Abu Husanini Al Qusyairi. Shahih Muslim. Beirut: Dar Ihya’
At Turots Al Arabi. t.t.
I.
Al Qarni, A’idh bin Abdullah. 391
Hadits Pilihan, Mendasari Kehidupan Sehari-hari. terj. Muh. Iqbal Ghazali.
Jakarta: Darul Haq. 2007.
An-Nasa’i, Ahmad
bin Syu’aib Abu Abdu Ar-Rahman. Sunan Nasa’I. Al Mujtaba. Halep: Maktab
Al Makbu’at Al Islamiya. 1986.
Aplikasi Qur’an in
Word versi 1.3.
Ar-Rahman, Yusuf Ahmad. Buku
Pintar Shalat Lengkap Sesuai Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta: Alita Aksara
Media. 2011.
Asy-Syaibani, Ahmad bin Hanbal Abu Abdullah. Musnad
Ahmad. (Mesir: Muasasah Qurtubah . t.t.
VI.
Lidwa Pusaka. Ensiklopedia
Hadis, Kitab 9 Imam. t.tp:
Lidwa Pusaka i-Software. t.t.
Muhammad, Syaikh Al- ‘Allamah. Rahmah
Al- Ummah Fi Ikhtilaf Al- A’immah. Bandung: Hasyimi. 2010.
Rifa’i, Moh. Risalah Tuntutan
Shalat Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra. 2005.
Sahid, Muhammad
Nur. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: Widyakarya. 2012.
Salim, Syekh Muhammad Bin. Is’adur
Rofiq. (Kudus: Al- Haramain Jaya Indonesia. 2008.
Sholikhin, Muhammad. Panduan
Shalat Lengkap dan Praktis. TTP: Erlangga. 2012.
[1] Yusuf Ahmad Ar-Rahman, Buku
Pintar Shalat Lengkap Sesuai Al-Qur’an dan Hadits, (Jakarta: Alita Aksara
Media, 2011), 30.
[2] QS. Al- Maidah (5): 6.
[4] Muhammad Nur Sahid, Risalah
Tuntutan Shalat Lengkap, (Semarang: Widya Karya, 2011), 11.
[5] Muhammad Sholikhin, Panduan Shalat Lengkap dan
Praktis, (TTP: Erlangga, 2012), 9-10.
[7] Sholikhin, Panduan., 11.
[8] Rifa’I, Risalah., 14.
[10] Sholikhin, Panduan., 13.
[11] Malik bin Anas Abu
Abdullah Al Ashbuhi, Muwaththo’ Malik, (Mesir: Dar Ihya’ At Turots Al
‘Arabi, t.t), I: 64.
[12] A’idh bin Abdullah
Al Qarni, 391 Hadits Pilihan, Mendasari Kehidupan Sehari-hari, terj.
Muh. Iqbal Ghazali, (Jakarta: Darul Haq, 2007), 335.
[15] Sahid, Risalah., 13.
[16] Rifa’I, Risalah.,
15.
[17] Ahmad bin Syu’aib Abu
Abdu Ar-Rahman An-Nasa’i,
Sunan Nasa’I, Al Mujtaba, (Halep: Maktab Al Makbu’at Al Islamiya, 1986),
I: 47.
[18] Pustaka, ENSIKLOPEDIA.
[19] Ibid.
[21] Ahmad bin
Hanbal Abu Abdullah Asy-Syaibani, Musnad Ahmad, (Mesir: Muasasah Qurtubah , t.t) VI: 346.
[22] Pustaka, ENSIKLOPEDIA.
[23] Ibid.
[25] An-Nasa’i, Sunan
Nasa’I, I: 97.
[26] Pustaka, ENSIKLOPEDIA.
[29] Muslim bin Al Hajjaj
Abu Husanini Al Qusyairi Al Naisyaburi, Shahih Muslim, (Beirut: Dar
Ihya’ At Turots Al Arabi, t.t), I: 234.
[30] Pustaka, ENSIKLOPEDIA.
[31] Ibid.
[32] Al Naisyaburi, Shahih
Muslim, I: 234.
[33] Syekh Muhammad Bin
Salim, Is’adur Rofiq, (Kudus: Al- Haramain Jaya Indonesia, 2008), 77
[34] Syaikh Al- ‘Allamah
Muhammad, Rahmah Al- Ummah Fi Ikhtilaf Al- A’immah, (Bandung: Hasyimi,
2010), 22- 24
[36] Muhammad bin Isma’il
Abu ‘Abdullah Al Bukhari Al Ju’fi, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar Ibnu
Katsir Al Yamamah, 1987), I: 71.
[37] Pusaka, ENSIKLOPEDIA.
[40] Pusaka, ENSIKLOPEDIA.
[42] Sulaiman bin Al Asy’ats Abu Daud Sajastani Al Azadi, Sunan Abu Daud, (Beirut: Dar al fikr, t.t), I : 88.
[43] Pusaka. ENSIKLOPEDIA.
[44] Ibid.
[45] Sulaiman bin Al Asy’ats Abu Daud Sajastani Al Azadi, Sunan Abu Daud, (Beirut: Dar al fikr, t.t), I : 88.
[47] Al Naisyaburi, Shahih
Muslim, I: 253.
[48] Pustaka, ENSIKLOPEDIA.
[49] Ibid.
[50] Al Naisyaburi, Shahih
Muslim, I: 253.
[51] Pustaka, ENSIKLOPEDIA.
[52] QS. Al Ahzab
(33) : 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar