Petunjuk Rasul Sesuai dengan
Bahasa Kaumnya
Tugas
ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Tafsir Al-Qur’an
Dosen
pengampu: M. Zaenal Arifin,
S.Ag, M.HI.
MAKALAH

Disusun
oleh:
Umi Kulsum
(933600514)
PROGRAM
STUDI AKHLAK TASAWUF
JURUSAN
USHULUDDIN
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2015
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Bahasa merupakan media yang paling penting dalam menjalin
hubungan dan komunikasi diantara manusia. Allah Swt memandang kemampuan
berbahasa dan bertutur kata sebagai anugrah besar yang diberikan kepada manusia
sebagai firman-Nya pada pembukaan surah Ar Rahman. Para Nabi yang diutus oleh
Allah Swt untuk memberikan petunjuk
kepada manusia harus bertutur kata dan berbicara dengan mereka dengan bahasa
kaum tempat para nabi itu diutus. Apalagi dimasa Nabi Muhammad SAW masyarakat
jahiliyah Arab hidup pada kondisi yang sangat mengenaskan dan atas dasar ini,
Allah mengutus Nabi dikalangan Arab. Terkait dengan kondisi masyarakat jahiliyah
pra- islam dan kedatangan Rasululloh Saw. Ali As bersabda,”Allah mengutus Nabi
ketika manusia sedang tersesat dalam kebingungan dan sedang bergerak kesana-
kesini dalam kejahatan. Hawa nafsu telah menyelewengkan mereka dan tipu daya
telah menyimpangkan mereka.Kejahiliyahan yang amat sangat telah membuat mereka
menjadi amat tolol. Mereka dibingungkan oleh ketidakpastian oleh hal-hal dan
kejahatan jahiliyah. Kemudian Nabi Saw berusaha sebaik-baiknya dalam memberikan
nasehat yang tulus. Beliau sendiri berjalan dijalan yang benar dan memanggil
(mereka) kepada kebijaksanaan dan nasehat yang baik.
Dalam hal ini perlu diketahui bahwa bagaimana Allah
mempermudah penyampaian petunjuk untuk umatnya. Oleh karena itu dalam makalah
ini penulis akan membahas bagaimana pengguunaan
bahasa Rasul pada saat menyampaikan petunjuk dari Allah untuk kaumnya.
Rumusan
Masalah
- Bagaimana Allah memberikan kemudahan bahasa dalam
petunjuknya?
- Apa respon
yang dilakukan oleh kaumnya?
- Konsekwensi apa yang didapatkan atas respon tersebut?
Tujuan Makalah
- Pembaca dapat memahami bagaimana Allah memberikan
kemudahan bahasa dalam petunjuknya.
- Pembaca dapat memahami bagaimana respon yang
dilakukan oleh respon tersebut.
- Pembaca dapat mengerti bagaimana konsekwensi yang
didapat oleh kaum tersebut.
PEMBAHASAN
Secara alamiah, perbuatan manusia diiringi oleh reaksinya
sendiri,orang yang menutup mata,telinga dan akalnya dari kebenaran, berada
dalam kesesatan.Selain itu kehidupan mereka berada dalam kesempitan.[1]
Pada masa Rasul, Allah sudah memberikan petunjuk untuk
disampaikan kepada umatnya. Dan dalam hal ini Nabi tidak pernah lalai
menjalankan tugasnya dan mereka berbicara dengan bahasa kaumnya berdasarkan
tingkat pemahaman masing-masing. Telah dijelaskan dalam Al Qur’an surah Ibrahim
Ayat 4 :
وما ار سلنا من ر سول الابلسان قومه ليببن لهمىفيضل الله من
يشا ء ويهد ي يشا ء وهو العزيز الحكيم (ع)
Artinya: ”Dan tidaklah Kami mengutus Rasulpun kecuali
dengan bahasa kaumnya supaya dia dapat menjelaskan kepada mereka. Maha Allah
menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk siapa yang Dia
kehendaki dan Dialah Tuhan Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Sesuai ayat diatas, didalam kitab terjemahan Tafsir Ibnu
Katsir dijelaskan bahwa,Allah SWT berfirman , bahwa Dia Yang Maha Bijaksana
sebelum mengutus para RasulNya yang dapat menggunakan bahasa kaum atau umat
yang mereka datangi untuk memudahkan mereka memahami dan mengerti apa yang di
bawa oleh para Rasul itu.[2]
Diriwayatkan oleh imam Ahmad dari Abu Dzar r.a. bahwa
Rasulullah saw. Bersabda:
لميبعساللهغزوجلنبياإلابلغةقومه
Artinya: “Allah
tidak mengutus seorang Nabi melainkan dengan menggunakan bahasa kaumnya”.
Allah berfirman, bahwa sesudah
memperoleh keterangan dari para rasul
itu dalam bahasa mereka pahami ,maka Allah menyesatkan siapa yang
dikehendakiNya dari umat yang
di datangi para Rasul itu dan memberi hidayat siapa yang dikehendakiNya.
Demikianlah Sunnah Allah dan
kebijaksanaanNya yang tidak mengutus seorang Rasul kepada suatu kaum, melainkan
dengan bahasa yang di pahami oleh kaum itu, sehingga dengan demikian , tiap
Nabi dan Rasul tidak hanya tertuju kepada kaum atau bangsanya saja, tetapi
tertuju kepada seluruh umat manusia, sebagai Nabi terakhir dan pembawa kitab
suci terakhir dari sisi Allah, sebagaimana firman Allah:
قل
يِاأ يها النا أني رسول الله إليكم جميعا (ا لآعراف 158 )
Artinya:
katakanlah , “ wahai umat manusia, sesungguhnya aku ini adalah pesuruh Allah kepada kamu sekalian “.
Dan
bersabda Rasulullah saw, menurut riwayat Bukhori dan Muslim dari Jabir:
اعطيت
خمسا لم يعطهن أحد من الآ نبيا ء قبلي, نصرت با لر عب مسيرة شهر و جعلت لي الغنا
ئم ولم تحل لآ حد قبلي و آعطيت الشفا عة وكان النبي يبعث آلي قومه خا صة وبعثت آ
لي الناس عامة
Artinya:
“ Aku telah memperoleh
lima macam pemberian dari Allah yang tidak diperolehnya oleh seorang Nabi
sebelum aku. Aku dimenangkan perang karena rasa takut yang mencekam musuhku
dari kejauhan perjalanan sebulan: Bumi dijadikan bagiku sebagai masjid dan
sarana penyuci: rampasan perang (ghanimah) dihalalkan bagiku padahal tidak
dihalallkan bagi seseorang sebelum aku,Aku
diberinya fasilitas memberi syafaat, dan setiap Nabi sebelum aku,
hanya diutus kepada kaumnya saja sedangkan aku diutus kepada seluruh umat
manusia”.[3]
Mengenai maksud dan
arti huruf- huruf yang menjadi pembukaan
surat ini diuraikan dalam tafsir-tafsir terdahulu .
Allah
berfirman, inilah kitab yang Kami turunkan kepadamu, hai Muhammad , ialah
Al-Qur ‘an yang mulia dan yang termulia di antara kitab-kitab yang pernah Kuwahyukan
sebelumnya dan diturunkan-Nya kepada Rasul yang termulia juga Rasul –rasul yang
pernah Ku-utus
kepada umat manusia di bumi ini. Dan Kami mengutusmu, hai Muhammad dengan membekalimu
Al-Qur’an ialah agar engkau keluarkan manusia dari kegelapan dan bawalah mereka
ke jalan
yang terang benderang dengan seizin Tuhan mereka yang memberi petunjuk lewat
RasulNya kepada jalan
yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT yang maha perkasa yang
tidak terkalahkan. Yang maha terpuji dalam segala perbuatanya perintahNya.
Tuhan yang memiliki segala apa yang ada di langit dan apa yang di bumi, maka
celakalah orang-orang kafir yang menentangmu,hai Muhammad dan yang mengutamakan
kehidupan duniawi mereka diatas kehidupan di akhirat kelak, sehingga semua amal
perbuatan mereka hanya tertuju untuk kebahagiaan duniawi saja sedang amal perbuatan yang untuk kebahagiaan
mereka diakhirat mereka lupakan dan
ditinggalkan di belakang punggul mereka. Disamping itu mereka selalu menghalang
-halangi orang dari
jalan Allah, jalan yang ditempuh oleh para RasulNya dan selalu menghendaki agar
jalan Allah itu bengkok dan miring. Demikianlah kesesatan dan kebodohan mereka
dan niscaya kelak diakhirat mereka akan menerima siksa yang pedih sebagai
pembalasan atas perbuatan
dan tingkah laku mereka didunia.
Sedangkan didalam tafsir Al Misbah,Qur’an surah ibrahim
ayat 4 menerangkan bahwa,mereka yang mengalami siksa pedih itu adalah orang
–orang yang sungguh-sungguh serta antusias lebih menyukai kehidupan dunia dari
pada kehidupan akhirat yakni
memperturutkan nafsu mereka sehingga
mengorbankan kepentingan akhirat untuk meraih dunia dan senantiasa menghalang –
halangi manusia dari jalan Allah yang lurus dan menginginkannya yakni
menginginkan agar jalan lurus itu menjadi bengkok dengan jalan melakukan tipu
daya dan kebohongan untuk memperburuk citranya. Mereka
itu adalah kekufuran dan upaya tipu daya
itu berada dalam jurang wadah kesesatan yang jauh sehingga sangat sulit kembali ke
jalan yang benar dan dengan demikian sulit pula memperoleh keselamatan.[4]
Firman-Nya : (يستحبون
الياة الجدنيا علي الآ خرة)
Lebih menyukai dunia dari pada akhirat adalah memilih
aneka kenikmatan hidup duniawi sambil mengbaikan secara penuh tuntutan beramal
untuk meraih kenikmatan kehidupan hidup ukhrawi. Yang
mestinya dilakukan adalah menjadikan
kenikmatan hidup ukhrawi sebagai sarana dan tujuan akhir dari segala aktivitas
duniawi. Dengan demikian ayat ini bukan kecaman bagi mereka yang memperhatikan
dunianya selama
perhatian itu dimaksudkan untuk dijadikan sarana memperoleh kebahagiaan
ukhrawi. Ini karena tidak ada jalan untuk meraih kebahagiaan ukhrawi melalui
amal duniawi.[5]
وبتغ
فيما ءاتا ك الله الدار الآخرة ولا تنس نصيبك من الد نيا
“Dan carilah melalui apa yang dianugrahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) duniawi”. Demikian nasehat yang ditunjukkan kepada Qarun dan yang
disetujui dan diabadikan oleh Al Qur’an (QS. Al-Qashash[28]:77). Karena itu
pula, sungguh keliru mereka yang mengarahkan segala aktivitasnya dalam bentuk
amalan-amalan ibadah mahdhah (murni), bukan saja karena ini memincangkan
kegiatannya , tetapi juga merugikannya.
Bukankah “amal-amal duniawi” kalau istilah ini benar, justru lebih produktif
dan menguntungkan guna meraih kebahagiaan ukhrawi.[6]
Allah
SWT telah menciptakan
manusia sebagai makhluk dwi dimensi yang diciptakan dari tanah dan ruh. Unsure tanahnya melahirkan kecenderungan kepada
kenikmatn duniawi sedang unsur jiwanya mengundang untuk meraih kenikmatan
ukhrawi. Manuisia harus mampu memenuhi kedua
kecenderungan itu secara proporsional. Sebagian manusia mengabaikan tuntutan
unsur ruhaniahnya. Ini serupa juga dengan membelokkan hidupnya ke arah jalan yang berbeda dengan jalan yang dikehendaki
Allah, dan dengan demikian, iapun dapat dinilai menghakang-halangi dirinya
yakni fitrah kemanusiaannyadan atau menghalangi orang lain dari jalan yang
dikehendaki Allah untuk ditelusuri oleh umat manusia dan menginginkanya menjadi bengkok sehingga
tidak sesuai dengan fitroh yang Allah ciptakan manusia atasnya yaitu menggabung
secara serasi dan dalam kadar-kadar yang sesuai antara kehidupan duniawi dan
ukhrawi. Demikian makna lain dari firmannya (ويبغو
نها عوجا) dan menginginkanya
menjadi bengkok
Kesesatan mereka sama sekali bukan karena tidak
jelasnya tuntutan atau kurangnya informasi yang mereka terima. Betapa tuntutan Kami kurang atau tidak
jelas padahal berkali-kali dan beraneka ragam tuntutan itu dan disamping itu
tidaklah kami mengutus seorang Rasulpun sejak yang pertama hingga yang terakhir
kecuai dengan bahasa lisan dan fikiran sehat kaumnya supaya dia yakni Rasul itu
dapat menjelakan dengan gambling melalui bahasa lisan dan keteladanannya kepada mereka tuntunan Kami itu. Maka ada
diantara kaum yang mendengar penjelasan Rasul itu yang membuka mat hati dan
fikirannya sehingga dibri kemammpuan oleh Allah melaksanakan petunjukNya dan
ada juga yang menutup mata hatinya sehingga sesat. Memang Allah menyesatkan
siapa yang Dia kehendaki untuk Dia sesatkan dan memberi petunjuk siapa yang Dia
kehendaki bila yang bersangkutan ingin memperoleh petunjuk dan Dialah Tuhan
Yang Maha Perkasa yang tidak dapat
dielakkan ketetapanNya lagi maha bijaksana dalam segala perbuatanNya.
Ayat
ini bukan berarti Rasululloh saw. Hanya diutus untuk kaum yang berbahasa arab.
Ayat ini agaknya turun untuk menjawab dalih sementara kaum musyrikin Mekah yang
mempertanyakan mengapa Al Qur’an dalam bahasa Arab. Disisi lain sangat wajar
setiap Rasul menjelaskan tuntunan Illahi dalam bahasa sasaran dakwahnya, karena
umat dituntut untuk memahami ajaran Ilahi, bukan menerimanya tanpa pemahaman.
Sekali lagi walau Nabi Muhammad saw. Diutus untuk semua manusia, namun karena manusia tidak memiliki bahasa yang
sama, maka sangat wajar jika bahasa yang digunakan adalah bahasa dimana ajaran
itu pertama kali muncul. Sejarah kemanusiaan hingga dewasa ini membuktikan
bahwa tidak ditemui suatu ajaran yang bersifat universal,sekalipun yang sejak
awal lahirnya langsung menggunakan bahasa di luar bahasa masyarakat yang ditemuinya pertama
kali.[7]
Atas dasar semua yang diuraikan diatas, agaknya tidak
berlebih jika dikatakan bahwa Allah mengutus setiap Rasul dengan bahasa kaumnya
yakni bahasa lisan mereka serta tuntutan-tuntutan yang sesuai tingkat pemahaman
dan pemikiran kaum yang berakal yang hidup pada masa rasul itu diutus,karena
seandainya tidak sesuai dengan pikiran sehat mereka, maka tentu saja ajaran
yang disampaikan oleh sang rasul tidak akan berkenan di hati dan pikiran
mereka. Itu pula sebabnya sehingga setiap Rasul membawa bukti kebenaran yang
sejalan dengan kemahiran
kaum yang dihadapinya, dan karena itu pula ajaran Ilahi
yang mereka sampaikan sejalan dengan perkembangan setiap masyarakat, dan dari
sini juga dapat dimengerti mengapa terjadi perubahan rincian syari’at Rasul
sesudahnya.
PENUTUP
KESIMPULAN
Disamping bahasa merupakan alat komunikasi, bahasa juga
merupakan sebagai cerminan dari pikiran dan pandangan pengguna bahasa itu. Bahasa
dapat menggambarkan watak dan pandangan masyarakat pengguna bahasa itu.
Komunikasi akan tersampaikan apabila menggunakan bahasa yang sama dan dapat
dimengerti oleh komunikan.
Begitu pula dengan bahasa petunjuk Rasul yang sesuai
dengan bahasa kaumnya. Allah sudah merencanakan sebelumnya, agar umat Rasul
dapat memahami apa yang disampaikan melalui petunjuknya. Namun tidak semua umat
yang menerima petunjuk tersebut, apalagi pada zaman Rasul,banyak orang-orang
kafir yang menentang dan mendustakannya, yang mengutamakan kehidupan duniawi
saja,serta mereka menghalag-halangi orang dari jalan Allah SWT. Demikian kesesatan
dan kebodohan mereka dan niscaya kelak di akhirat mereka akan menerima siksa yang
pedih sebagai pembalasan atas perbuatan dan tingkah laku mereka di dunia.
DAFTAR PUSTAKA
”sejenak bersama AlQur’an”.
Tafsir Al-Qur’an(online), 2014,( http:www.shadiqin.co.id,diakses tanggal
23 Februari 2015).
Katsir,Ibnu.Tejemahan Sigkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid
4,H.Salim Bahreizi.Surabaya: PT Bina Ilmu, 2005.
Shihab,Quraish,M.Tafsir Al
Misbah:pesan,kesan,keserasian AlQur’an .Jakarta:Lentera Hati,2002.
“Mengapa
Al-Qur’an Berbahasa Arab”2010,(http:www.Islam Quest.com, , diakses
tanggal 23 Februari 2015).
LAMPIRAN
تفسير ابن كثير سوراه
ابراهيم ايه ع
هذ من لطفة تعا لي بخلقة أ نه
ير سل إ ليهم ر سلا منهم بلغا تهم ليفهموا عنهم ما يريدون وما أ ر سلوا به إ ليهم,
كما روى الا ما م احمد حد ثنا و كيع عن عمر ين ذر قال: قال مجا هد عن أ بي ذ ر
قال: قال رسول ا لله "لم يبعث ا لله عزوجل نبيا إ لا بلغة قو مه". وقوله
( فيصل ا لله من يساء ويهدي ميشاء) أ ي بعد ا لبيا ن و إقا مة الحجة عليهم, يضل
الله من يشاء من وجه ا لهدي, ويهدي من يشاء إ لي ا لحق ( وهوالعزيز) الذي ما شاء
كان وما لهم يشأ لم يكن (ا لحكم) في ا فعل له, فضل من يستحق الإ صلال, ويهذي من هو
أ هل لذ لك, وقد كانت هذه سنته في خلقه أ نه ما بعث نبيا في أ مة إ لا أ ن يكون
بلغتهم, فاختص كل نبي بإ بلا غ رسا لته الي أ مته دون غير الناس, كما ثبت في
الصحيحين عن جا بر قال: قال رسول لله " أ عطيت خمسا لم يعطهن أ حدمن الا
نبياء قبلي: نصرت با لرعب حسيرة شهر, وجعلت لي الأ رض مسجدا وطهورا,وأ حلت لي
الفنا ءم ولم تحل لأ حد قبلي, وأ عطيت الشفا عة, وكا ن النبي يبعث إلي قومه خا صة
وبعثت إ لي الناس عا مة. " وله شوا هد من وجو ه كثيرة, وقال تعال " قالا
يا ا لناس إ ني رسول ا لله إ ليكم حميعا.
[1] “Tafsir Al-Qur’an”sejenak
bersama AlQur’an,http:www.shadiqin.co.id, 01 April 2014,diakses
tanggal23 Februari 2015.
[2] Ibnu Katsir,Tejemahan Sigkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4,H.Salim
Bahreizi (Surabaya:PT ina Ilmu, 2005) 498.
[4] M.Quraish Shihab,Tafsir
Al Misbah:pesan,kesan,keserasian AlQur’an ,(Jakarta:Lentera Hati.2002),13.
[7] “Mengapa Al-Qur’an
Berbahasa Arab”,http:www.Islam Quest.com, 27 Januari 2010, diakses
tanggal 23 Februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar