ZAKAT
MAKALAH
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
“FIQIH 1”
Dosen
Pengampu :
Kholisuddin
M. HI
Disusun
Oleh
:
ZubdatulWahidin (932100114)
Ahmad Basyarudin S.A.H.A.P. (932101014)
Abdul Rozaq (932100714)
(Kelas G)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAIN) KEDIRI
2015
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zakat
Zakat adalah hak Allah berupa hartayang diberikan oleh
seseorang (yang memenuhi syarat) kepada orang-orang yang berhak menerima zakat.
Harta itu disebut dengan zakat karena di dalamnya mengandung penyucian jiwa,
dan harapan untuk mendapat berkah.[1]
Hal itu karena asal kata zakat adalah az-zakah yang berarti
tumbuh, bertambah, berkah, suci atau bersih dan baik.Jika dilihat makna
tersebut berlawanan dengan praktek zakat, karena orang yang membayar zakat
berarti hartanya berkurang, bukan bertambah. Namun, zakat yang diambil dari
harta seseorang itu tidak membuatnya menjadi miskin, sesuai dengan penegasan
Nabi: “sedekah itu tidak akan mengurangi harta”. Ternyata, setiap harta yang
kita berikan kepada sesama akan membuka pintu bagi masuknya harta ke rumah
kita. Harta yang kita dapatkan tidaklah turun dari langit secara tiba-tiba,
tetapi datang melalui tangan orang lain, karena itu, semakin banyak kita
memberikan harta untuk sesama, semakin banyak pula kita membuka pintu bagi masuknya
harta ke rumah kita.[2] Allah
SWT berfirman dalam QS At-Taubah 103:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ [3]
“Ambillah zakat dari harta mereka guna
membersikan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.”
Zakat merupakan salah satu dari lima rukun islam. Karena
nilainya yang sangat penting di dalam agama islam, zakat sangat ditekankan di
dalam Al-Qur’an. Ada 82 ayat yang menyandingkan kata zakat dengan kata sholat.
Zakat pertama kali diwajibkan di Mekkah secara umum.
Dengan kata lain, Allah swt. Tidak menenentukan jenis dan kadar zakat yang
harus dikeluarkan pada masa itu, akan tetapi mengembalikan hal itu kepada
perasaan dan kemurahan hati kaum muslimin. Pada tahun kedua hijriyah, baru
ditentukan jumlah, jenis, dan perincian harta yang wajib dikeluarkan oleh kaum
muslimin.
Ancaman bagi orang yang enggan membayar zakat padahal ia
mampu melaksanakan telah dijelaskan dalam QS. At- Taubah ayat 34-35[4]
yang artinya “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak, tapi tidak
menginfakannya dijalan Allah, Maka berikanlah kabar gembira kepada mereka
(bahwa mereka akan mendapat) adzab yang pedih. (Ingatlah) pada hari ketika emas
dan perak dipanaskan didalam neraka jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi,
lambung, dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, inilah harta
bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari)
apa yang kamu simpan itu”.[5]
Dalam
pengaplikasiannya ada dua jenis zakat, yakni zakat fitrah dan zakat mal
(harta). Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan oleh setiap muslim saat
akhir Ramadhan dan sebelum shalat Id, sedangkan zakat harta (mal) adalah zakat
yang yang dikeluarkan oleh individu dengan syarat-syarat dan ketentuan tertentu.
Zakat
mal dibedakan berdasarkan objek yang dikenai zakat, yang meliputi :
1.
Zakat
binatang ternak
2.
Zakat
emas dan perak
3.
Zakat
kekayaan dagang
4.
Zakat
pertanian
5.
Zakat
madu dan produksi hewani
6.
Zakat
barang tambang dan hasil laut
7.
Zakat
investasi pabrik, gedung dan lain-lain
8.
Zakat
pencarian dan profesi
9.
Zakat
saham dan obligasi[6]
10. Zakat perhiasan.[7]
11. Zakat kharajiyah, dll[8]
B.
Syarat Wajib Zakat
Wahbah al-Zuhayli, seorang ahli fikih kontemporer,
menyebut-kan sembilan syarat wajib zakat, yaitu:
(1) Merdeka;
(2) Islam;
(3) Baligh dan berakal;
(4) Harta yang dizakati harus termasuk jenis yang telah di-tentukan
syarak;
(5) Telah mencapai nisab;
(6) Kepemilikan penuh;
(7) Telah mencapai haul;
(8) Bebas dari utang;
(9) Melebihi kebutuhan primer.[9]
Sembilan syarat wajib zakat itu jika dihubungkan
kepada muzaki dan harta zakat maka tiga syarat terkait dengan muzaki, tiga lagi
terkait dengan harta yang dizakati, dan tiga lainnya terkait dengan muzaki dan
sekaligus harta yang dizakati.
1. Islam
Para fukaha sepakat bahwa syarat pertama dan kedua
merupakan syarat wajib zakat. Maka, tidak kewajiban zakat atas nonmuslim. Kalangan nonmuslim tidak
diwajibkan membayar zakat karena zakat merupakan bentuk pengabdian (ibadah)
kepada Allah yang hanya berlaku bagi kaum muslim. Orang yang tidak mengakui
Allah dan Rasulullah SAW. tidak layak membayar zakat.
Para ahli fikih berbeda pendapat tentang orang Islam
yang pindah agama. Menurut Abu Hanifah, orang yang sudah pindah agama tidak
wajib membayar zakat, karena kedudukannya sama dengan nonmuslim. Namun menurut
ulama Syafi’iyah, muslim yang pindah agama wajib membayar zakat atas jumlah
harta yang dimilikinya sebelum pindah agama.
2. Merdeka
Berkaitan dengan kedudukan budak atau hamba sahaya, fuqaha
sepakat bahwa mereka tidak wajib zakat. Mereka tidak wajib membayar zakat karena sifat kepemilikan
bukanlah kepemilikan penuh (milk al-tamm). Sebab, dirinya sendiri
adalah milik tuannya. Jika ia memiliki harta maka harta itu maka ia tidak sepenuhnya
memiliki harta itu, karena ia dan semua hartanya ada di bawah kekuasaan
tuannya. Jadi, yang wajib bayar zakat adalah tuannya. Itu pendapat sebagian
besar ulama.
Akan tetapi, ulama Malikiyah berpendapat lain.
Harta milik budak tidak wajib dizakati, baik oleh budak itu sendiri maupun
oleh tuannya. Karena, jika harta itu dinisbatkan kepada si budak, ia jelas
tidak berkuasa atas hartanya secara penuh, karena ia dan hartanya di bawah
kekuasaan tuannya. Sama halnya, si tuan pun tidak berkuasa penuh atas harta
milik si budak, karena harta itu bukan miliknya, melainkan milik budaknya.
Dengan demikian, menurut fukaha Malikiyah, harta milik budak tidak wajib dizakati.[10]
3. Baligh dan Berakal
Syarat wajib zakat yang ketiga hanya diungkapkan
oleh Imam Abu Hanifah. Karena itu, menurutnya, tidak ada zakat pada harta
anak yatim dan harta orang gila, karena
mereka tidak memenuhi syarat wajib zakat. Menurut Abu Hanifah, harta anak yatim dan
harta orang gila hanya dipersiapkan bagi belanja mereka sendiri, yang
dikelola oleh walinya. Dalam pandangan Abu Hanifah, zakat adalah bagian dari
urusan ibadah yang bermuara pada
pahala dan dosa, sementara anak kecil dan orang gila tidak terkena kewajiban
ibadah. Mereka bebas dari taklif syara’. Karena itu, harta mereka
tidak wajib dikeluarkan zakatnya.[11]
Sementara itu, jumhur ulama memandang bahwa harta
anak kecil dan harta orang gila tetap dikenai zakat apabila telah mencapai
nisab. Ada dua alasan yang mereka kemukakan. Pertama, dalam harta orang
muslim, tidak terkecuali harta anak kecil maupun harta orang gila terdapat
kemaslahatan bagi kaum fakir miskin. Kedua, harta anak yatim dan orang
gila dikelola oleh walinya, sehingga
harta akan tetap terpelihara dengan baik baik sepertti harta yanglain.
Harta tersebut berkembang sebagaimana hartanya orang lain,
4. Harta tersebut termasuk jenis
yang dikenali zakat.
Berkaitan dengan syarat keempat, ada syarat lain
yang melekat pada harta itu, yakni harta itu harus memiliki sifat berkembang (al-nama)
atau produktif. Salah satu makna kata "zakah" berarti
"berkembang". Karena itu, harta yang dizakati haruslah harta yang
memiliki sifat berkembang. Maksud "berkembang" di sini ialah
memiliki potensi untuk dikembangkan. Misalnya, binatang ternak dapat berkembang
biak lebih banyak, begitu juga harta dagangan yang punya potensi untuk
dikembangkan. Karenanya, perhiasan seperti emas atau permata yang dipakai
seharihari tidak wajib dizakatkan, karena tidak berkembang atau tidak produktif.
5. Nisab
Nisab, yakni batas terendah bagi suatu jenis harta
yang menjadi sebab harta itu wajib ditunaikan zakatnya. Nisab dipandang
sebagai batas antara kaya dan miskin. Orang yang jumlah hartanya telah mencapai
nisab dianggap sebagai orang kaya dan ia wajib membayar zakat atas hartanya.
Sementara, orang yang harta miliknya berada di bawah garis nisab dipandang
sebagai orang mis-kin, dan ia berhak menerima zakat.
6. Terpenuhinya kebutuhan
primer
Tanda orang kaya adalah jika ia harta yang
dimilikinya dapat memenuhi kebutuhan primernya dan masih ada kelebihan
setelah ia memenuhi kebutuhan primernya. Standar kebutuhan primer
ialah jika kebutuhan itu tidak terpenuhi akan menyebabkan kemudaratan
bagi seseorang atau suatu luarga. Kebutuhan itu menyangkut pangan,
sandang, dan papan. seseorang atau suatu keluarga hanya memiliki makanan pas-pasan,
wajib baginya zakat.
7. Kepemilikan sempurna
Ulama Hanafiyah
berpendapat bahwa maksud “kepemilikan sempurna” adalah kepemilikan asli dan
pada saat yang sama harta itu sedang di tangannya. Maka dari itu tidak ada
zakat bagi unta yang hilang, emas yang jatuh di lautan, harta yang berada dalam
sitaan dll.
Ulama Malikiyah
berpendapat bahwa maksud “kepemilikan sempurna” adalah kepemilikan yang
sebenarnya dan kekuasaan untuk mengendalikan suatu jenis harta. Maka tidak
dikenai zakat bagi harta yang tergadai, harta yang dirampok, harta titipan
orang lain dan harta temuan.
Ulama Syafi’iyah
berpendapat bahwa maksud “kepemilikan sempurna” adalah tidak harus milik asli,
tetapi yang penting adalah kekuasaan untuk mengendalikannya atau mendayagunakan
suatu jenis harta hingga mencapai nasab atau haul. Misalnya harta sewa tanah waqaf,
harta temuan dan harta pinjaman yang telah memenuhi haul dan nisab maka harus
dizakati. Dan hal ini sejalan dengan pendapat Hanabilah yang berpendapat bahwa
yang penting harta itu jelas dan jelas pula pengelolanya.[12]
8. Telah mencapai haul
Fuqaha bersepakat menjadikan haul sebagai
syarat wajib zakat. Ketentuan ini didasarkan pada sabda Rasulullah, “Tidak ada
zakat atas harta sehingga berlaku atasnya haul.” Akan tetapi ada beberapa jenis
harta yang tidak memerluakan syarat haul.
9. Bebas dari utang
Ulama Hanabilah
menempatkan syarat ini pada segala jenis harta yang wajib dizakati. Ulama
Hanafiyah menetapkan syarat ini pada harta selain biji-bijian dan buah-buahan.
Ulama Malikiyah menetapkan syarat bebas utang
hanya pada emas dan perak. Sedangkan ulama Syafi’iyah tidak menjadikan
utang sebagai syarat wajib zakat. Bagi mereka, harta tidak terhalang oleh
utang.[13]
C.
Syarat Syah Zakat
1. Niat
2. Dibayarkan kepada orang
yang berhak menerima zakat
3. Diberikan ketika sudah
sampai haul
4. Zakat diambil dari harta
yang dikenai zakat.[14]
D. Hukum Membayar Zakat Pada Waktunya
Zakat wajib segera dileluarkan ketika sudah terpenuhi
syarat-syaratnya. Mengakhirkannya dari waktu wajib adalah haram. Kecuali jika
seseorang tidak mungkin membayarnya pada waktu tersebut. Ketika ia mengalami
hal tersebut, ia boleh mengakhirkannya sampai sempat membayarnya.[15]
E. Orang Yang Wajib Zakat
Zakat diwajibkan kepada orang muslim yang merdeka dan
memiliki nishab dari segala jenis harta yang wajib dizakati.Sebuah harta
dianggap telah mencapai nishab apabila memenuhi kreteria sebagai berikut :
1.
Lebih dari kebutuhan pokok, seperti makan,
sandang, tempat tinggal, kendaraan dan lain sebagainya.
2.
Telah mencapai haul hijriah. Permulaan haul
dihitung dari hari memiliki nishab. Nishab ini harus utuh dalam setahun penuh.
Jika ditengah-tengah tahun berkurang kemudian sempurna lagi maka perhitungan
haul dimulai lagi dari waktu sempurna setelah berkurang.
Sementara itu, Abu Hanifah mengatakan bahwa yang
dijadikan patokan adalah terpenuhinya nishab pada awal tahun dan akhir tahun.
Karena itu, berkurangnya nishab ditengah-tengah tahun tidak memutuskan
perhitungan haul. Jika seseorang memiliki dua ratus dirham, kemudian
ditengah-tengah tahun berkurang hingga hanya tersisa satu dirham, tapi pada
akhir tahun jumlah dirham menjadi sempurna dua ratus, maka harta ini wajib
dizakati. Akan tetapi Syarat haul tersebut tidak berlaku untuk zakat pertanian
karena waktu zakatnya adalah ketika masa panen.
a. Orang Yang Memiliki Utang
Barang siapa memiliki harta yang telah wajib dizakati, sedang ia memiliki
utang harus dibayarnya dengan harta
tersebut dan membayar zakat jika sisanya mencapai nisab. Jika tidak mencapai
nisab, ia tidak wajib membayar zakat karena dalam keadaan itu ia termasuk orang
fakir. Rasulullah SAW bersabda:
لاَ صَدَ قَةُ إِلاَّ عَنْ
ظَهْرِ غِنَي
“tidak wajib
zakat, kecuali ketika seseorang dalam keadaan kaya”
b. Orang Yang Meninggal Ketika Wajib Membayar Zakat
Barang siapa yang meninggal dalam keadaaan berkewajiban membayar zakat,
maka zakat ini wajib diambilkan dari dari harta peninggalannya dan didahulukan
daripada orang-orang yang memiliki piutang kepadanya, wasiat, dan ahli waris.
Zakat adalah hak Allah yang wajib dibayar. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa
seseorang datang kepada Rasulullah SAW. Lantas berkata “ sesugguhnya ibuku
telah meninggal, dan ia masih memiliki tanggungan puasa satu bulan, apakah aku
boleh mengqadanya?” beliau bertanya kepadanya, ia menjawab ”Ya”
kemudian beliau bersabda, “utang Allah lebih berhak dibayar”
F. Golongan-Golongan Penerima Zakat
Golongan penerima zakat ada delapan seperti dalam firman
Allah SWT. Dalam QS At-Taubah ayat 60 yang artinya
“ Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, miskin, amil
zakat, mualaf, untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui , Bijaksana”.
Berikut adalah penjelasan kedelapan golongan tersebut.
1.
Orang fakir adalah orang yang tidak mempunyai
usaha (penghasilan) dan tidak memiliki harta yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan serta tidak ada orang lain yang
menjamin kebutuhan hidupnya itu.
2. Orang miskin adalah orang yang mempunyai harta atau pekerjaan, akan tetapi
harta yang dimilikinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan
orang yang ditanggungnya, dari sandang pangan dan juga papan.
3. Amil zakat adalah orang yang ditunjuk oleh imam atau wakilnya (pemerintah)
untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Termasuk amil zakat adalah
paara penjaga zakat, para pengembala hewan zakat, dan para pencacat datanya.
Adapun syarat amil zakat adalah orang islam dan ia tidak termasuk orang yang
haram menerima zakat.
4. Mualaf adalah (orang yang dilembutkan hatinya). Para ulama berbeda pendapat
tentang yang dimaksud dengan mualaf. Sebagian mengatakan mereka adalah orang
nonmuslim yang ada harapan akan masuk islam. Sebagian lain mengatakan mereka
adalah orang yang baru masuk islam dan keislamannya belum teguh. Menurut mazhad
syafi’i, ada empat macam mualaf: 1. Orang yang baru masuk islam dan
keislamannya belum teguh. 2. Seorang muslim berpengaruh yang hidup di tengah
kaumnya yang belum masuk islam. Diharapkan, bagian zakat yang diberikan
kepadanya akan berpengaruh terhadap kaumnya yang belum masuk islam. 3. Muslim
yang berpengaruh terhadap kalangan nonmuslim. Diharapkan jika ia diberi zakat
maka kaum muslim akan terpelihara dari kejahatan non muslim. 4.orang yang
melawan kejahatan orang yang anti zakat.
5. Fi al-riqab ( dalam memerdekakan budak). Memerdekakan budak disini terbatas pada budak
yang telah mendapat jaminan kebebasan dari tuannya bahwa ia bias menebus
dirinya sendiri dengan jumlah tertentu. Si tuan pemeilik budak itu berhak
menerima zakat sebayak bayaran tebusan tersebut jika si budak tidak memiliki
harta untuk menebus dirinya.
6. Gharimin (orang yang berhutang) berhak mendapatkan zakat untuk membebaskan hutung
merek, dan mereka yang berhutang, kadangkala berhutang untuk kepentingan diri
sendiri dan kadangkala berhutang untuk kepentigan orang lain atau untuk
kemaslahatan umum. Selama berhutangnya tidak dilandasi untuk maksiat maka
berhak mendapatkan zakat.[16]
7. Fi sabilillah (pada jalan Allah) adalah jalan yang menyampaikan seseorang kepada
keridhaan-Nya berupa ilmu dan amal. Menurut jumhur ulama, yang dimaksud dengan
jalan Allah adalah peperangan. Bagian jalan Allah diberikan kepada pasukan
relawan yang tidak mendapat gaji tetap dari negara. Mereka berhak mendapat
zakat, baik mereka berasal dari orang kaya maupun orang miskin.
8. Ibnu sabil (secara harfiah berarti anak jalan, musafir). Para ulama telah sepakat
bahwa seorang musafir yang jauh dari kampung halamannya berhak menerima zakat
sekedar dapat membantu untuk mencapai tujuannya. Namun, para ulama menyaratkan
perjalanan dalam rangka taat kepada syara’ dan bukan untuk maksiat.[17]
G.
Orang yang Haram Menerima Zakat
Selain adanya orang yang berhak
menerima zakat, ada pula orang-rang yang tidak berhak atau haram menerima
zakat. Mereka adalah sebagai berikut :
1.
Orang
kafir dan atheis.
Menurut Ibnu Mundzir, para ulama
sepakat bahwa kafir dzimmi tidak boleh diberi zakat, kecuali yang muallaf.
Orang-orang kafir dzimmi boleh diberi sedekah sunnah. Hal ini
berdasarkan firman Allah:
Artinya : ” dan mereka memberikan
makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang
ditawan.”
2.
Bani
Hasyim
Yang dimaksud dengan bani Hasyim
adalah keluarga Ali ra., Uqail ra., Ja’far ra., Abbas ra. dan keluarga Harits
ra. Menurut Ibnu Qudamah, dalam hal ini tidak terdapat perselisihan antar
ulama, karena Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya zakat tidak boleh diterima
oleh keluarga Muhammad. Sesungguhnya zakat adalah kotoran manusia.”
Mengenai bani Muthallib, para ulama
berselisih pendapat. Menurut Syafi’i dan Ibnu Hazm, bahwa bani Muthallib tidak
boleh menerima zakat sebagaimana bani Hasyim. Selain itu Rasulull juga mengharamkan mawali untuk
menerima zakat. Hal pendapat ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Kami dan
bani Muthallib tidak terpisahkan pada masa Islam dan jahiliyah. Sesunggunya
kami dan mereka satu kesatuan.” Dan juga Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya
zakat tidak halal untuk kami dan sesungguhnya maula-maula suatu kaum termasuk
bagian dari mereka.”
Sedangkan dalam hal sedekah sunnah,
mayoritas Syafi’iyah, Hanafiyah, Hanabilah dan Zaidiyah menyatakan bahwa keluarga Nabi boleh menerima
sedekah sunnah bukan sedekah wajib. Hal ini berbeda dengan pendapat Syaukani dan
Khaththabi, bahwa keluarga Nabi tidak boleh menerima sedekah wajib maupun
sunnah. Pendapat ini didasarkan pada sabda Rasulullah,”sedekah tidak halal
untuk kami”. Jadi hal ini menunjukkan sedekah sunnah maupun sedekah wajib.
3.
Orang
tua dan anak
Para ahli fiqh sepakat bahwa
zakat tidak boleh diberikan kepada orang tua, kakek, nenek, anak dan cucu.
Karena muzakki wajib menafkahi mereka, jika mereka fakir dan muzakki kaya.
Dan nafkah wajib didahuluan daripada zakat. Sedangkan Malik mengecualikan
kakek, nenek dan cucu. Jadi mereka boleh diberi zakat, karena mereka bukan
termasuk yang wajib dinafkahi.
4.
Istri
Para ulama telah sepakat bahwa
seseorang tidak boleh bezakat kepada istrinya. Karena ia wajib menafkahi
istrinya.
5.
Membayar
zakat untuk amal-amal kebajikan.
Menggunakan harta zakat untuk amal-amal
yang mendekatkan diri kepada Allah selain yang diberikan kepada delapan
golongan adalah tidak boleh. Maka dari itu, harta zakat tidak boleh digunakan
untuk membangun masjid, jembatan, jalan, penghormatan tamu, mengafani mayat
dll.[19]
H.
Zakat Fitrah
Zakat
fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan pada hati Idul Fitri. Zakat tersebut
bernilai wajib atas setiap muslim, baik laki-laki, perempuan, besar maupun
kecil, orang merdeka maupun budak.[20]
1.
Hikmah
Zakat Fitrah
Ibnu Abbas ra. berkata, “Rasulullah mewajibkan
zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari ucapan yang
sia-sia dan berdosa, serta sebagai santapan bagi orang-orang miskin.
Barangsiapa yang menunaikan sebeleum shalat, maka itu merupakan zakat yang
diterima, dan barangsiapa yang membayarnya setelah shalat, maka itu merupakan
sedekah diantara sedekah-sedekah lainnya (sedekah biasa).[21]
2.
Orang
yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah
Zakat fitrah wajib atas setiap
muslim yang memiliki kadar satu sha’ setelah ia mampu mencukupi makanan
pokoknya dan keluarganya pada malam dan siang hari raya. Ia wajib mengeluarkan
zakat fitrah untuk dirinya serta orang-orang yang wajib ia nafkahi, yakni
istri, anaknya dan pembantunya.
3.
Kadar
Zakat Fitrah
Kadar zakat fitrah adalah satu sha’
gandum, kurma, anggur, keju, beras, jagung dan makanan pokok lainnya. Menurut
Abu Said al-Khudri, pada masa Rasulullah, mereka mengeluarkan zakat fitrah
untuk anak kecil, orang besar, orang merdeka, dan budak sebesar satu sha’ makanan,
keju, kurma, gandum dan anggur kering. Adapun orang-orang juga mengikuti
pandangan Muawiyah, bahwa satu sha’ kurma sama dengan satu sha’ gandum
qumh.[22]
4.
Waktu
Wajibnya Zakat Fitrah
Para ahli fiqh sepakat bahwa
waktu wajibnya zakat fitrah adalah ketika Ramadhan telah berakhir. Akan tetapi
mereka berselisih tentang batas waktunya.
Menurut Tsaur, Ahmad, Ishaq dan
Syafi’i dalam madzhab jadid-nya, dan Malik dalam salah satu riwayat
berpendapat bahwa waktu wajib zakat fitrah dimulai dari tenggelamnya matahari
pada malam Idul Fitri karena waktu tersebut merupakan waktu dimana berbuka
puasa.
Sedangkan menurut Abu Hanifah, Laitz dan
Syafi’i dalam madzhab qadim-nya dan Malik dalam riwayat yang kedua
berpendapat bahwa waktu wajibnya mulai terbitnya fajar pada hari raya Idul
Fitri.
5.
Takjil
Zakat Fitrah
Mayoritas pakar fiqh berpendapat bahwa takjil zakat fitrah dapat
dilakukan satu atau dua hari sebelum hari raya. Ibnu Umar berkata, “Rasulullah
memerintahkan mengeluarkan zakat fitrah sebelum manusia keluar untuk shalat
Id.”
Menurut Abu Hanifah, takjil zakat
sebelum bulan Ramadhan adalah boleh. Sedangkan menurut Syafi’i bahwa takjil
zakat boleh dilakukan mulai awal Ramadhan, Malik dan Ahmad berpendapat bahwa
takjil zakat boleh dilakukan pada waktu satu atau dua hari sebelum hari raya
Idul Fitri.
Berdasarkan sabda Rasulullah sudah
jelas bahwa zakat yang dikeluarkan setelah shalat merupakan sedekah biasa.
Dalam hal ini, menurut Ibnu Ruslan, para ulama sepakat bahwa mengakhirkan
(setelah sholah Id) dalam melakukan zakat adalah haram. Karena kewajiban yang
diakhirkan menyebabkan dosa seperti mengakhirkan sholat dari waktunya.[23]
I.
Orang yang Membagikan Zakat
Biasanya
Rasulullah mengirim utusan untuk mengumpulkan zakat. Setelah zakat terkumpul,
Rasulullah membagi-baginya pada orang yang berhak. Hal ini juga dilakukan oleh
Abu Bakar ra. dan Utsman ra. Dalam hal ini, tidak dibedakan antara harta lahir
maupun harta batin.[24]
Para
ahli fiqh sepakat bahwa pemilik harta adalah yang paling berhak
mendistribusikan harta zakatnya, jika harta tersebut merupakan harta batin.
Menurut Syafi’iyah, menyerahkan kepada imam yang adil adalah lebih utama.
Adapun
menurut Malik, Hanafiyah dan sebagian Syafi’iyah, jika berupa harta lahir, maka
pemerintah berwenang untuk meminta dan mengambil zakat. Sedangkan Hanabilah
berpendapat bahwa tentang harta lahir sama dengan pnedapat mereka tentang harta
batin.[25]
J.
Pendistribusian Zakat
1.
Anjuran
memberikan zakat kepada orang-orang saleh.
Zakat diberikan kepada setiap muslim yang berhak, baik orang saleh
maupun orang fasik, kecuali jika harta tersebut diketahui akan digunakan untuk
melakukan perbuatan haram. Sepatutnya muzakki mengkhususkan zakat untuk
orang-orang saleh, ulama dan orang yang menjaga kehormatan harga dirinya. Hal
ini berdasarkan sabda Rasulullah, “…. berilah makananmu kepada orang-ornag
yang bertakwa dan serahkanlah kebaikanmu kepada orang-orang mukmin”.
2.
Anjuran
memberikan zakat kepada suami dan kerabat.
Jika istri memiliki harta yang wajib dizakati, ia boleh memeberikan
zakat tersebut kepada suami, karena suami tidak wajib dinafkahi oleh istrinya.
Dan pahala memberikan zakat kepada suami lebih utama daripada memeberikan zakat
kepada selain suami. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah, “… suamimu dan
anakmu adalah orang yang paling erhak kamu sedekahi.”.
Sedangkan tentang
berzakat kepada kerabat, ditunjukkan dalam hadis berikut, “ sedekah kepada
orang miskin hanya bernilai sedekah, sedangkan bersedekah kepada kerabat
bernilai dua hal, yakni menyambung tali persaudaraan dan sedekah.”
3.
Anjuran
memberikan kepada penuntut ilmu, bukan ahli ibadah.
Jika seseorang mampu bekerja, tapi sibuk mencapai sebagian
ilmu-ilmu syara’, maka ia boleh menerima zakat. Dan jika ia tidak dapat
mencapai ilmu, maka tidak boleh menerima zakat. Sedangkan orang yang sibuk
beribadah sunnah, sementara jika ia bekerja maka ia tidak dapat melaksanakan
ibadah-ibadah sunnah, maka ia tidak boleh menerima zakat. Karena kemaslahatan
ibadahnya hanya untuk dirinya sendiri, dan hal ini berbeda dengan yang sibuk
dengan ilmu.[26]
Dalam hal pendistribusian zakat,
terkadang terdapat perasalahan dalam hal sasaran yang mendapat zakat. Menurut
Abu Hanifah, Muhammad Hasan dan Abu Ubaid, apa yang telah terlanjur diserahkan
telah menggugurkan kewajiban zakat. Sedangkan menurut Malik, Syafi’i, abu
Yusuf, Tsauri dan Ibnu Mundzir berpendapat bahwa hal tersebut belum
menggugurkan kewajiban zakat. [27]
K.
Tabel Ukuran Fiqih
TABEL
UKURAN FIQH
No.
|
Ukuran
|
Keterangan
|
1.
|
1 Sha’
Gandurn (hinthah) menurut an-Nawawi
|
1862,18 gr
|
2.
|
1 Mud gandum
(hinthah) menurut an-Nawawi
|
465,54 gr
|
3.
|
1 Sha’ beras
putih (ukuran zakat fitrah)
a.
Versi
kitab Fathul Qadir
b.
Versi
kitab Mukhtashar Tasyyidil Bunyan
|
2,71919 gr
2,5 gr
|
4.
|
1 Mud beras
putih
|
679,79 gr
|
5.
|
1 Dirharn Syar’iy;
a.
Versi
Imam Abu Hanifah
b.
Versi
Imam Tsalatsah
|
3,77 gr
2,715 gr
|
6.
|
1 mitsqal;
a.
Versi
Imam Abu Hanifah
b.
Versi
Imam Tsalatsah
|
5,388 gr
3,879 gr
|
7.
|
1 Mud dalam
volume versi Imam Syafi’I, Hambali dan Maliki
|
0,766 It
(kubus ukuran +_ 9,2 cm)
|
8.
|
1 Sho’ dalam
volume versi Imam Syafi’I, Ahmad dan Maliki
|
3,145 It
(kubus ukuran _+_14,65 cm)
|
9.
|
1 Wasaq dalam
volume versi Imam Syafi’I, Ahmad dan Maliki
|
188,712 It
(kubus ukuran +_ 57,32 cm)
|
L.
Tabel Jenis Harta dan Ketentuan Wajib Zakat
TABEL JENIS HARTA DAN KETENTUAN
WAJIB ZAKAT[28]
( Lampiran II : Instruksi
Menteri Agama RI, nomor 5 Tahun 1991 )
No
|
Jenis Harta
|
Ketentuan Wajib Zakat
|
Keterangan
|
|||||||
Nisab
|
Kadar
|
Waktu
|
||||||||
I.
|
TUMBUH-TUMBUHAN
|
|||||||||
1
|
Padi
|
815 kg. Beras / 1481 kg. Gabah
|
5% - 10%
|
Tiap panen
|
Timbangan beras sedemikian itu adalah bila setiap 100 kg gabah
menghasilkan 55 kg beras. Kalau gabah itu ditidakar ukuran tidakarannya
adalah 98,7 cm panjang, lebar dan tingginya.
|
|||||
2
|
Biji-bijian, jagung, kacang, kedelai dlsbnya
|
senilai nishab padi
|
5% - 10%
|
Tiap panen
|
Menurut mazhab Hambali yang wajib dizakati hanya biji-bijian
yang tahan disimpan lama. Manurut mazhab Safi’I yang wajib dizakati hanya
biji-bijian yang disimpan lama dan menjadi makanan pokok.
|
|||||
3
|
Tanaman hias; anggrek dan segala jenis bunga-bungaan.
|
senilai nishab padi
|
5% - 10%
|
Tiap panen
|
Menurut mazhab Hanafi wajib dizakati dengan tanpa batasan nisab.
Menurut mazhab Maliki, Syafii dan Hambali, wajib dizakati apabila dimaksudkan
untuk bisnis (masuk kategori zakat perdagangan dengan kadar zakat 2,5 %).
|
|||||
4
|
Rumput-rumputan; rumput hias, tebu, bambu dlsb-nya.
|
senilai nishab padi
|
5% - 10%
|
Tiap panen
|
Sda.
|
|||||
5
|
Buah-buahan : kurma, mangga, jeruk, pisang, kelapa, rambutan,
durian dsb.
|
senilai nishab padi
|
5% - 10%
|
Tiap panen
|
Sda. Menurut mazhab Maliki, Syafi’I dan Hambali, selain kurma
dan anggur kering (kismis) wajib dizakati apabila dimaksudkan untuk bisnis
(masuk kategori zakat perdagangan dengan kadar zakat 2,5 %)
|
|||||
6
|
Sayur-sayuran : Bawang, wortel, cabe, dsb.
|
Seukuran nisab padi
|
5% / 10%
|
Tiap Panen
|
Sda. Menurut mazhab Maliki, Syafi’I dan Hambali tidak wajib
dizakati, kecuali dimaksudkan untuk bisnis (masuk kategori perdagangan)
|
|||||
7
|
Segala jenis tumbuh-tumbuhan yang lainnya yang bernilai ekonomis
|
Seukuran nisab padi
|
5% / 10%
|
Tiap Panen
|
||||||
II.
|
EMAS DAN PERAK
|
|||||||||
1
|
Emas murni.
|
Senilai 91,92 gram emas murni
|
2,5 %
|
Tiap Tahun
|
Menurut mazhab Hanafi, nisabnya senilai 107,76 gram. Menurut
Yusuf al Qordlawi nisabnya senilai 85 gram
|
|||||
2
|
Perhiasan perabotan/ perlengkapan rumah tangga dari emas
|
senilai 91,92 gram. emas murni
|
2,5%
|
Tiap Tahun
|
Sda. Perhiasan yang dipakai dalam ukuran yang wajar dan halal,
menurut mazhab Maliki, Syafi’I dan Hamballi tidak wajib dizakati.
|
|||||
3
|
Perak.
|
Senilai 642 gram perak
|
2,5%
|
Tiap Tahun
|
Menurut mazhab Hanafi, nisabnya senilai 700
|
|||||
4
|
Perhiasan perabotan / perlengkapan rumah tangga dari perak
|
senilai 642 gram Perak
|
2,5%
|
Tiap Tahun
|
Sda. Perhiasan yang dipakai dalam ukuran yang wajar dan halal,
menurut mazhab Maliki, Syafi’I dan Hambali tidak wajib dizakati.
|
|||||
5
|
Logam mulia, selain emas dan perak seperti platina dlsb-nya.
|
senilai 91,92 gram emas murni
|
2,5%
|
Tiap tahun
|
Menurut mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali tidak wajib
dizakati kecuali di perdagangkan (dikatagorikan zakat perdagangan).
|
|||||
6
|
Batu permata, seperti intan berlian dlsb-nya.
|
senilai 91,92 gram emas murni
|
2,5%
|
Tiap tahun
|
Sda.
|
|||||
III.
|
PERUSAHAAN, PERDAGANGAN DAN JASA
|
|||||||||
1
|
Industri seperti semen, pupuk, textil dlsb-nya.
|
senilai 91,92 gram emas murni
|
2,5%
|
Tiap tahun
|
Menurut mazhab Hanafi, nisabnya senilai 107,76 gram. Menurut
Yusuf al Qordlawi nisabnya senilai 85 gram
|
|||||
2
|
Usaha perhotelan, hiburan, restoran dlsb-nya.
|
senilai 91,92 gram emas murni
|
2,5%
|
Tiap tahun
|
Sda.
|
|||||
3
|
Perdagangan export, kontraktor, real estate, percetidakan /
supermarket, dlsb-nya.
|
senilai 91,92 gram emas murni
|
2,5%
|
Tiap tahun
|
Sda.
|
|||||
4
|
Jasa; konsultan, notaris, komisioner, travel biro, salon,
trasportasi, perdagangan,
|
senilai 91,92 gram emas murni
|
2,5%
|
Tiap tahun
|
Sda.
|
|||||
5
|
Pendapatan gaji, honorarium jasa produksi lembur dlsb-nya.
|
senilai 91,92 gram emas murni
|
2,5%
|
Tiap tahun
|
Sda.
|
|||||
6
|
Usaha perkebunan, perikanan dan peternakan.
|
senilai 91,92 gram emas murni
|
2,5%
|
Tiap tahun
|
Sda.
|
|||||
7
|
Uang simpanan, deposito, tabanas, taska, simpeda, simaskot,
tahapan, giro dlsb-nya
|
senilai 91,92 gram emas murni
|
2,5%
|
Tiap tahun
|
Sda.
|
|||||
IV.
|
BINATANG TERNAK
|
|||||||||
1
|
Kambing, Domba dan kacangan
|
40 - 120 ekor
|
1 ekor domba umur 1 tahun / kacangan umur 2 tahun
|
Tiap tahun
|
ekor, zakatnya tambah 1 ekor domba umur 1 tahun/kacangan umur 2
tahun.
|
|||||
121-200 ekor
|
1 ekor domba umur 1 tahun/kacangan umur 2 tahun
|
Tiap tahun
|
||||||||
2
|
Sapi, kerbau
|
30 ekor
40 ekor
60 ekor
70 ekor
|
1 ekor umur 1 tahun
1 ekor umur 2 tahun
2 ekor umur 1 tahun
2 ekor umur 2 tahun
|
Tiap tahun
|
Setiap bertambah 30 ekor zakatnya 1 ekor umur 1 tahun. Setiap
bertambah 40 ekor, zakatnya tambah 1 ekor umur 2 tahun
|
|||||
3
|
Kuda
|
Sama dengan sapi/kerbau
|
Sama dengan sapi/kerbau
|
Tiap tahun
|
Setiap bertambah 30 ekor zakatnya 1 ekor umur 1 tahun.Setiap
bertambah 40 ekor, zakatnya tambah 1 ekor umur 2 tahun.Menurut mazhab Maliki,
Syafi’I dan Hambali, tidak wajib zakat.
|
|||||
4
|
Unta
|
5 ekor
10 ekor
15 ekor
20 ekor
36 ekor
46 ekor
61 ekor
76 ekor
91 ekor
|
1 ekor kambing
2 ekor kambing
3 ekor kambing
4 ekor kambing
1 bintu labun
1 Huggah
1 Jada’ah
2 Bintu labun
2 huggah
|
Tiap tahun
|
25 ekor menurut mazhab empat wajib 1 ekor unta umur lebih
setahun. Bintu labun adalah anak unta berumur tiga tahun. Huggah adalah
anak unta berumur 4 tahun. Jada’ah adalah anak unta berumur 5 tahun.
|
|||||
V.
|
TAMBANG DAN HARTA TERPENDAM
|
|||||||||
1
|
Tambang emas
|
senilai 91,92 gram emas murni
|
2,5%
|
Tiap tahun
|
||||||
2
|
Tambang perak
|
Senilai 642 gram perak
|
2,5%
|
Tiap tahun
|
||||||
3
|
Tambang selain emas dan perak, seperti platina, besi, timah,
tembaga, dsb.
|
Senilai nisab emas
|
2,5%
|
Ketika memperoleh
|
Menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’I, wajib dizakati
apabila diperdagangkan (dikatagorikan zakat perdagangan). Menurut mazhab
Hanafi, kadar zakatnya 20 %
|
|||||
4
|
Tambang batu-batuan, seperti batu bara, marmer, dsb.
|
Senilai nisab emas
|
2,5 Kg
|
Ketika memperoleh
|
Menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’I, wajib dizakati
apabila diperdagangkan (dikatagorikan zakat perdagangan).
|
|||||
5
|
Tambang minyak gas
|
Senilai nisab emas
|
2,5 Kg
|
Ketika memperoleh
|
Sda.
|
|||||
6
|
Harta terpendam (Harta karun tinggalan orang non muslim)
|
Senilai nisab emas
|
2,5 Kg
|
Ketika memperoleh
|
Menurut mazhab Maliki dan Syafi’I, harta terpendam selain emas
dan perak tidak wajib dizakati.Menurut mazhab Hanafi, harta terpendam selain
logam tidak wajib dizakati.
|
|||||
VI.
|
Zakat Fitrah
|
|||||||||
Punya kelebihan makanan untuk keluarga pada hari Idul Fitri
|
2,5 Kg
|
Akhir bulan Ramadhan
|
Menurut mazhab Hanafi, kadarnya 3,7 Kg.Menurut Mahmud Yunus
kadarnya 2,5 kg.
|
|||||||
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
Sabiq,
Sayyid. Fiqih Sunnah, terj. Ahmad Shiddiq Tabrani dkk..Jakarta: Pundi Aksara, 2008. 447
Ali,Yunasril.
Buku Induk Rahasia Dan Makna
Ibadah. Jakarta:Zaman,
2012.
298
M. Yusni Amru Ghazali
dkk.,Ensiklopedia Al Qur’an dan Hadis Per Tema. Jakarta: Niaga Swadaya,
2012. 1175.
Qardhawi,Yusuf. Hukum
Zakat: Studi Komperatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an
dan Hadis. Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2002. xiii-xvii.
Asy-Syarbashi,Ahmad. Ensiklopedia
Cara Beribadah Menurut Islam. ttp.: Kalam Publika, tt.. V: 599-545.
Syalthout, Syaikh
Mahmoud dan Syaikh M. Ali Asy-Syayis.Perbandingan Mazhab dalam Masalah
Fiqih. Jakarta: Bulan Bintang, 1973. 103.
______.Fiqih Tujuh
Madzhab,terj. Abdullah Zakiy Al-Kaaf. Bandung: Pustaka Setia, 2007. 106-107.
Al-Utsaimin, Syaikh
Muhammad bin Shalih.Sifat Zakat Nabi, terj. Fathoni Muhammad dan
Muhtadi. Jakarta: Darus Sunnah, 2012. 188.
Mu’in,Fatchul. Tabel
Ketentuan Wajib Pajak. http://blitarq-doel.blogspot.co.id/2012/
04/tabel-ketentuan-wajib-zakat.html 29/09/2015 2:10
[1]Sayyid
Sabiq, Fiqih
Sunnah,
terj. Ahmad Shiddiq Tabrani dkk., (Jakarta:
Pundi Aksara, 2008), 447.
[3] QS. At-Taubah (9): 103.
[4] M. Yusni Amru Ghazali dkk., Ensiklopedia
Al Qur’an dan Hadis Per Tema, (Jakarta: Niaga Swadaya, 2012), 1175.
[6]Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat:
Studi Komperatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan
Hadis, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2002), xiii-xvii.
[7] Ahmad asy-Syarbashi, Ensiklopedia
Cara Beribadah Menurut Islam, (ttp.: Kalam Publika, tt.), V: 599-545.
[8] Syaikh Mahmoud Syalthout dan
Syaikh M. Ali Asy-Syayis, Perbandingan Mazhab dalam Masalah Fiqih, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1973), 103.
[10] Ibid., 314.
[11] Mahmud Syalthut dan Ali
As-Sayis, Fiqih Tujuh Madzhab, terj. Abdullah Zakiy Al-Kaaf, (Bandung:
Pustaka Setia, 2007), 106-107.
[13]Ibid.
[14] Ibid.
[18] QS. Al-Insan (76): 8.
[20]Ibid.,518.
[21] Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin, Sifat Zakat Nabi, terj. Fathoni Muhammad dan Muhtadi,
(Jakarta: Darus Sunnah, 2012), 188.
[24] Harta lahir ialah tanaman,
bauh-buahan, hewan ternak dan ma’din (barang-barang tambang), sedangkan
harta batin ialah barang-barang perniagaan, emas, perak dan rikaz (harta
terpendam).
[27] Ibid, 516-517.
[28] Fatchul Mu’in, Tabel
Ketentuan Wajib Pajak,
http://blitarq-doel.blogspot.co.id/2012/04/tabel-ketentuan-wajib-zakat.html 29/09/2015 2:10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar