PENGERTIAN DAN ASAL USUL TASAWUF
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah
“ILMU TASAWUF”
Dosen Pengampu :
Drs. H. Ator Subroto, M.Si

Oleh :
Zubdatul Wahidin (932100114)
Abdul Rozaq (932100714)
Ahmad Basyarudin
S.A.H.A.P. (932101014)
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah
SWT yang telah memberi rahmat, nikmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyusun makalah “ Pengertian
dan Asal Usul Tasawuf ” untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ilmu Tasawuf.
Dalam menyusun makalah
ini, penyusun mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penyusun mangucapkan terima kasih kepada dosen pengampu dan teman-teman
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan yang menyertai, untuk itu kami sangat mengharap kritik
dan saran yang membangun demi peningkatan makalah yang kami buat selanjutnya.
Kediri, September 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2
Rumusan masalah .............................................................................................. 1
1.3
Tujuan ............................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
......................................................................................................... 2
2.1.1
Sumber dan Dalil
2
2.1.2
Al Qur’an 2
2.2 Status
Kehujjahan Al Qur’an .................................................................... 3
2.3 Hukum-Hukum
pada Al Qur’an ............................................................... 5
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
............................................................................................. 13
3.2 Saran
....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 1
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Esensi tasawuf itu
telah ada sejak masa Rasulullah SAW. Namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil
kebudayaan Islam sebagaimana ilmu- ilmu islam lainnya, seperti Fiqh dan ilmu
Tauhid. Pada masa Rasulullah SAW, belum dikenal istilah tasawuf, yang dikenal
pada waktu itu hanyalah sebutan sahabat Nabi SAW. Sesudah beliau wafat,
pengikut yang tidak menjumpai beliau disebut tabi’in (generasi setelah
sahabat).
Secara etimologi, tasawuf berasal dari bahasa
Arab, yang diperdebatkan asal atau akar katanya. Ada yang mengatakan dari shuf
(bulu domba), shafa ( bersih/
jernih), shaf (barisan terdepan),
shuffah (serambi masjid Nabawi) dan lain sebagainya, yang masing- masing
mempunyai dasar rasional dan tekstual.
Secara terminologi, banyak ulama yang mengemukakan
definisi tasawuf, namun yang jelas ia berarti keluar dari sifat-sifat tercela
menuju ke sifat-sifat terpuji, melalui proses pembinaan yang dikenal dengan
istilah riyadhah (latian) dan mujahadah (bersungguh-sungguh).
Sedang menurut Harun Nasution, inti tasawuf
ialah kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung antara manusia dan
Tuhannya.[1]
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Tasawuf Secara Etimologi?
2.
Apa Pengertian Tasawuf Secara Terminologi?
3. Bagaimana Asal
Usul Tasawuf
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tasawuf
a. Secara Etimologi
Istilah “sufi” dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia dimaknai dengan ahli tasawuf,
ahli ilmu suluk.[2] Sedangkan kata “tasawuf” selalu diperdebatkan
asalnya. Para ahli bidang tasawuf belum menemukan kesepakatan dalam merumuskan definisi
dan batasan tegas berkaitan dengan pengertian tasawuf. Untuk memahami pengertian
tasawuf, kita harus merunut dari akar kata tasawuf serta kemunculannya. Karena,
tasawuf secara perilaku telah diajarkan oleh nabi Muhammad SAW, sedangkan kata
tasawuf sendiri baru muncul pada pertengahan abad 3 H.[3]
Ada beragam pendapat mengenai akar kata tasawuf. Dan pengertian tasawuf secara Epistimologi meliputi:
a.
Orang yang berpendapat bahwa asal kata tasawuf itu ialah
dari kata “shaff “ yaitu barisan ketika sholat. Alasannya ialah karena
orang-orang sufi mempunyai iman yang kuat dan jiwa yang bersih dan selalu
memilih shaf nomor satu dalam sholat.
b.
Orang yang mengataan bahwa asal kata tasawuf adalah “shaufanah”
yaitu sebangsa buah-buahan kecil berbulu-bulu yang banyak tumbuh di padang pasir
Arabia. Pengambilan kata ini karena melihat orang-orang sufi banyak yang
memakai pakaian yang berbulu-bulu dan mereka hidup dalam kegersangan fisik
tetapi subur psikisnya.
c.
Pendapat yang mengatan bahwa asal kata tasawuf dari kata
“shuffah” yakni satu kamar yang berada di samping Masjid Nabawi di
Madinah yang disediakan untuk para sahabat Nabi dari golongan Muhajirin yang
miskin, disebabkan terpaksa mengungsi meninggalkan tempat asalnya dan lari ke
Madinah unutk menyelamatkan akidah Islamiyahnya dari keganasan para kafir Quraisy.
Seedang mereka tidak sempat lagi untuk membawa harta benda dalam pengungsian
ini.
d.
Orang yang mengatakan bahwa asal kata tasawuf berasal
dari kata “shuf” artinya bulu atau kain yang dibuat dari bulu (wool).[4]
Karena para sufi sering memakai kain bulu kasar.
e.
Pendapat yang mengatakan asal kata tasawuf adalah “shafa”
atau “shafw” artinya bersih atau suci, karena orang-orang sufi bertujuan
dalam hidupnya untuk membersihkan batin.[5]
f.
Pendapat yang mengatakan bahwa asal kata tasawuf adalah dari
gelar Haus bin Murr, seorang sholeh dimasa Jahiliyah, gelarnya ialah “shufah”
artinya ia senantiasa beriktikaf dan beribadah disisi Ka’bah. Hal ini
karena orang-orang sufi selalu beribadah memuja dan memuji Tuhannya.
g.
Orang yang berpendapat bahwa asal kata tasawuf itu dari
kata “shafwah” artinya yang pilihan atau yang terbaik.
h.
Pendapat yang mengatakan bahwa asal kata tassawuf adalah
“shifah” artinya sifat, karena orang sufi mementingkan tentang masalah
sifat ini, yakni memilih sifat yang terpuji dari sifat yang tercela.[6]
i.
Sedangkan teori terbaru datang dari Barat yang menyatakan
bahwa kata tasawuf itu bukan dari bahasa Arab, tetapi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu “theosophi”. Sedangkan kata itu sendiri tersusun atas dua
kata yakni “theo” dan “sophos”. “theo” artinya Tuhan dan “sophos”
artinya hikmah. Jadi “theosophi” berarti hikmah keTuhannan. Hal ini
karena ajaran tasawuf menurut mereka banyak dipengaruhi oleh ajaran Yunani
Neo-Platonisme.[7]
b. Secara Terminologi
Setelah mengetahui
pengertian tasawuf beradaskan akar katanya (secara etimologis), maka akan
dibahas pula pengertian tasawuf secara terminologi (secara istilah). Dalam hal
ini, para ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda pula,[8]
diantaranya :
a.
Syekh Zakaria al Anshari berkata bahwa tassawuf adalah
ilmu yang dengannya dapat diketahui tentang pembersihan jiwa, perbaikan budi
pekerti serta pembangunan lahir dan batin untuk memperoleh kebahagiaan yang
abadi.
b.
Syekh Ahmad Zaruq membedakan antara tasawuf, fiqh dan
ilmu tauhid. Tasawuf diartikan sebagai ilmu yang bertujuan memperbaiki hati dan
memfokuskannya hanya untuk Allah semata. Fiqih merupakan ilmu yang bertujuan
untuk memperbaiki amal, memelihara aturan dan menampakkan hikmah dari setiap
hukum. Sedangkan ilmu tauhid diartikan sebagai ilmu yang bertujuan untuk
mewujudkan dari dalil dan menghiasi iman dan keyakinan.[9]
c.
Abu Hasan Asy Syadzilli mendefinisikan tasawuf untuk
melatih jiwa agar tekun beribadah dan mengembalikannya kepada hukum-hukum
keTuhanan.
d.
Ibnu Ujaibah mengartikan tasawuf sebagai ilmu yang
dengannnya diketahui cara untuk mencapai Allah, membersihkan batin dari akhlak
tercela dan menghiasinya dengan akhlak terpuji. Bahkan beliau membagi tasawuf
dalam 3 kategori, awalnya tasawuf merupakan ilmu, tengahnya amal, dan akhirnya
merupakan karunia. Atau bisa didefinisikan sebagai tiang penyangga untuk
penjernihan hati dari kotoran materi, dan pondasinya adalah hubungan manusia
dengan Sang Pencipta yang Agung. Jadi seeorang sufi merupakan orang yang hati
dan interaksi yang murni hanya untuk Allah, sehingga Allah memberinya karamah.[10]
e.
Utsman Al Makki menyatakan bahwa tasawuf adalah keadaan
dimana seorang hamba setiap waktu melakukan suatu perbuatan (amal) yang lebih
baik dari waktu yang sebelumnya.
f.
Syekh Abdul Qadir Al Jaelani berpendapat bahwa tasawuf
adalah mensucikan hati dan melepasskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwat,
riyadhah, dan terus menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah,
taubat dan ikhlas.[11]
g.
Abul Qasim Al Qusyairi mengatakan tasawuf adalah
menjabarkan ajaran-ajaran Al Qur’an dan As Sunanh, berjuang dalam mengendalikan
nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah, mengendalikan syahwat, serta menjauhi dalam
hal-hal yang meringan-ringankan ibadah.
h.
Abdul Wahhab As Sya’roni menyebutkan, bahwa ilmu tasawuf
adalah ilmu pengetahuan yang dilimpahkan ke dalam hati para wali dikala hati
mereka telah disinari oleh cahaya Al Qur’an dan Sunnah Nabi.[12]
i.
Dan ada pendapat lain yang menyatakan bahwa tasawuf
adalah pencapaian karakter mulia melalui penyucian hati atau pengetahuan yang
membawa sang penempuh mendaki pengetahuan tanpa akhir tentang Allah SWT.[13]
j.
Sedangkan ilmu tasawuf dapat diartikan sebagai ilmu untuk
mengetahui keadaan jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara
menyucikan jiwa dari berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan
sifat-sifat terpuji dan bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah.[14]
2.2 Asal Usul Tasawuf
Kalau kita
perhatikan, pertumbuhan tasawuf pada mulanya dapatlah dipandang bahwa tahannuts
Rasulullah di gua Hiro’, merupakan awal tasawuf pada diri nabi SAW. Tetapi
karena tahannuts terjadi sebelum al-Qur’an diturunkan, maka tahannuts
tidak dapat dijadikan awal tasawuf Islam. Hanya peri hidup Rasul setelah turun
al-Qur’an lah yang kita pandang awal tasawuf Islam.
Tahannuts Rasulullah SAW di gua Hira’ memang untuk mensucikan
rohani, tetapi karena hal itu bukan dari ajaran Allah yang diturunkan setelah
datangya syariat Islam, maka tahannuts Rasul di gua Hira’ tidak dapat
dijadikan sebagai sumber tasawuf Islam.
Setelah Muhammad
menjadi Rasul maka mulailah beliau mengajak manusia membersihkan rohaninya dari
kotoran-kotaran syirik dan kotoran-kotoran nafsu amarah yang tidak sesuai
dengan fitrah aslinya. Beliau berdakwah menyeru manusia memperteguh tauhid dan
mempertinggi akhlaknya untuk mencapai keridhaan Allah.
Peri hidup Muhammad
SAW sudah cukup menjadi suri teladan para sufi yang ingin menempuh jalan
kebenaran. Rasulullah menempuh hidupnya yang penuh liku-liku dengan iman yang
mantap dan ketabahan yang bergelora.
Jiwa Rasulullah
telah ditempa dengan ajaran-ajaran kerohanian yang murni datang dari Illahi.
Tidaklah salah cerita Sa’id ibn Hisyam : “ Aku datang menemui Ibu ‘Aisyah lalu
aku tanyakan tentang akhlak Rasulullah SAW. Ibu ‘Aisyah menjawab :” Bisakah
engkau membaca al-Qur’an ?”, kataku : “ada” ujar beliau : “Akhlak Rasulullah
adalah al-Qur”an itu.[15]
Rasulullah Saw
tidak membenci dunia, tetapi beliau tidak mau terpengaruh terhadap urusan
dunia. Sabda Rasulullah SAW : ”sesungguhnya ada hak kewajibanmu terhadap
dirimu, maka puasalah kamu dan berbuka,
bangunlah untuk beribadah pada malam hari dan tidur, karena aku bangun
beribadah pada malam hari dan tidur, aku berpuasa dan juga berbuka , aku makan
daging dan lemak, dan aku datangi perempuan-perempuan. Barang siapa tidak suka
kepada sunnahku itu, maka tidaklah dia termasuk sebagian dari umatku. Kemudian
dihimpunkannya orang banyak lalu beliau berkhutbah dihadapan mereka, katanya:
Apakah halnya dengan beberapa kaum, mereka mengharamkan perempuan, makanan,
wangi-wangian, tidur, dan syahwat dunia ?. ketahuilah bahwa aku tidak menyuruh
kamu menjadi pendeta-pendeta dan rahib-rahib. Maka sesungguhnya tidak
ada dalam agamaku meningglkan makan daging dan meninggalkan perempuan dan
tidak pula membuat-buat ibadah. Dan bahwasannya perlawatan umatku ialah puasa
dan rubbaniyah (kebiasan) mereka ialah jihad. Sembahlah Allah dan jangan
sekutukan sesuatu dengan Dia. Kerjakanlah haji serta umrah, dirikanlah shalat,
keluarkanlah zakat, puasalah di bulan Ramadhan, dan tetaplah atas yang
demikian, niscaya kamu akan dimantapkan. Sesungguhnya orang-orang yang dahulu
daripada kamu binasa sebab memberat-beratkan urusan agama. Mereka
berat-beratkan atas diri mereka lalu Allah memberatkannya. Maka itulah
peninggalan-peninggalan mereka pada gereja-gereja dan tempat-tempat
peribadatan.”[16]
Demikianlah patokan
dari Rasulullah tentang pandangan hidup seorang muslim. Dunia boleh
dimanfaatkan tetapi jangan sampai terpengaruh oleh godaannya. Orang yang
mengingkari patokan diatas merupakan orang yang sesat dan bukan termasuk umat
Muhammad. Jadi ciri khas tasawuf di masa Rasul ialah berpegang teguhnya kaum
muslimin dengan al-Qur’an dan sunnahnya.
Demikian halnya
yang terjadi masa sahabat, yang mencontoh langsung cara hidup Rasul dan mereka
adalah manusia-manusia yang berakhlak mulia dan membaktikan hidupnya untuk kepentingan
agama.[17]
Diwaktu Rasul masih
hidup, Abu Bakar yang hartawan itu telah mengurbankan harta bendanya secara
keseluruhan untuk kepentingan agama. Pernah Rasul bertanya kepadanya :”apalagi
yang engkau buat wahai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab :”Cukup bagiku Allah dan
Rasulnya.”
Umar bin Khattab
merupakan seorang sahabat yang berbudi tinggi, dia menyediakan malamnya untuk
beribadah, dan siangnya untuk urusan negara. Meskipun ia seorang pemimpin
negara, namun pakaiannya biasa-biasa saja, rendah hati, wara’ dan
berbudi luhur.
Utsman bin Affan
adalah seorang yang dermawan. Beliau telah memberikan sebagian dari hartanya
untuk kepentingan agama. Apabila dia berada dirumah, maka Al Qur’an tidak
pernah lepas dari tangannya. Beliau acap kali mentilawahkan Al Qur’an dan
memahami kandungannya sampai larut malam.
Sedangkan Ali bin
Abi Thallib terkenal akan tawadhu’nya, beliau tidak malu memakai pakaian
yang baertambal-tambal, bahkan ia sendiri yang menambal pakainnya. Sekali waktu
ia pernah menjinjing daging dari pasar, lalu ada seseorang yang bertanya
:”apakah tuan tidak malu membawa daging itu ya Amirul Mu’minin?” Beliau
menjawab :” yang kubawa ini merupakan barang halal, apa yang kumalukan
terhadapnya ?.”
Berdasarkan
beberapa uraian di atas dapat disimpukan bahwa para sahabat tetap berpegang
teguh terhadap ajaran Al Qur’an dan meneladani Rasul yang baru saja menghilang
dari tengah-tengah mereka. Dan ciri-ciri tasawuf pada masa sahabat adalah :
a.
Memegang teguh ajaran kerohanian yang dipetik dari Al
Qur’an.
b.
Meneladani perihidup Rasulullah SAW sepenuhnya.
Para
tabi’in yang dekat dengan sahabat-sahabat nabi, terutama denga sahabat-sahabat
besar dan Huzaifah bin Al Yaman, mendapatkan ajaran tassawuf secara langsung
dari beliau-beliau itu. Dan mereka dapat meneladani perihidup para
sahabat-sahabat nabi.[18]
Munculnya istilah
tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad 3 H, oleh Abu Hasyim al Kufy dengan
meletakkan al sufi dibelakang namany, sebagaimana dikatakan oleh
Nicholson bahwa sebelum Hasyim ada ahli yang mendahuluinya dalam zuhud, wara’,
tawakal dan dalam hal mahabbah, akan tetapi dia adalah yang pertama kali
diberi gelar al sufi.[19]
Hasan
Al Basri merupakan orang pertama yang merintis ilmu tasawuf dan mengajarkan
ilmu ini di masjid Basrah. Ajaran-ajaran tasawuf beliau senantiasa berlandaskan
Al Qur’an dan Al Hadis, karena beliau memanglah ahli hadis dan ahli fiqih yang
memiliki madzab sendiri. Pandangan yang amat teguh dipegangnya adalah
zuhud, raja’ dan khauf. Hasan tidaklah terpengaruh oleh gangguan
mata benda duniawi yang telah mulai menulari sebagian kaum muslimin dimasa itu.
Beliau tidak suka menjadi seorang pejabat, karena takut terganggu urusan
agamanya.
Ajaran
zuhud yang dilandasi oleh raja’ dan khauf membawa Hasan Al Basri menjadi seorang yang
taat dalam beribadah. Ia selalu mengharapkan keridhaan dan maghfirah dari Allah
dan senantiasa takut kalau iabdah yang telah dilaksanakan masih amat kurang
menurut pandangan Allah. Bertitik tolak dari inilah, ia memandang remeh segala
harta benda dunia.
Disamping
adanya madarasah Hasan Al Basri di Basrah, mungul pula madrasah tasawuf di
Madinah di bawah asuhan Sa’id bin Musayyab. Beliau mendapat banyak didikan dari
sahabat Abu Hurairah. Ia dikenal dengan zuhud dan wara’.
Di Kuffah,
muncullah madarasah Sufyah Ats Tsauri. Beliau adalah seorang sufi yang teguh
akan pendiriannya dalam menghadapi raja-raja ayng diktator dimasanya, dan
beliau termashur dengan zuhud dan banyak beribadah. Beliau juga seorang pemuka
ahli hadis yang mendapat julukan nama “Amirul Mu’minin fil Hadits” dan
dalam bidang fiqih, beliau memiliki madzab sendiri.
Ada
juga sufi perempuan yang bernama Rabi’ah Al Adawiyyah. Corak tasawuf Rabi’ah
ini masih mirip dengan tasawuf pada periode awal masa tabi’in. Dan mahabbahlah
yang mendorong beliau mengabdikan dirinya sepanjang hari kepada mahbub-Nya
Allah SWT.
Selain
para sufi diatas, timbul pula shufiyah yang antara lain, Malik bin
Dinar, Tsabit al Banani, Ayyub As Saktayani, Muhammad bin Wasi’, Thaus, Rabi
bin Khaitsam, Ibrahim bin Adham dan lain sebagainya.
Tasawuf
dimasa tabi’in ini masih menurut jiwa al Qur’an dan Menurut praktek hidup
Rasulullah SAW yang ditiru dan dileadani oleh para sahabat nabi. Dari para
sahabat inilah para tabi’in meneladani cara hidup Rasul. Dan di masa tabi’in
ini pelajaran tasawuf sudah mulai diajarkan sebagai sebuah disiplin ilmu.[20]
Pada hakikatnya,
tasawuf merupakan bagian dari syariat Islam, yakni wujud dari ihsan, salah satu
dari tiga kerangka ajaran Islam (iman, Islam, dan ihsan). Oleh karena itu
perilaku tasawuf harus tetap berada dalam kerangka syariat Islam.[21]
Iman dalam perkembangan disiplin ilmunya menjelma menjadi ilmu aqidah atau ilmu
kalam, dimana didalamnya terdapat enam ajaran rukun iman dengan segala
rangkaiannya. Sedangkan Islam, menjelma menjadi hukum dan rukun Islam yang masing-masing
terdiri atas lima perkara, serta masalah-masalah yang berkaitan dengannya.
Sementar Ihsan, menjelma menjadi ilmu tasawuf, yakni suatu bentuk spiritualitas
Islam dengan berbagai varian yang tertuju pada satu tujuan, yakni kesadaran dan
”komunikasi” langsung dengan Allah SWT.[22]
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam hadis
riwayat Muslim yang melukiskan tentang dialog Rasulullah dengan malaikat Jibril
mengenai sendi-sendi agama Islam. Setelah Rasul menjelaskan tentang keimanan
dan keIslaman, maka ketika Rasulullah SAW ditanya tentang ihsan, maka beliau
menjawab: “ Hendaknya engkau menyembah Allah dengan seakan-akan engkau
melihat-Nya. Maka jika tidak bias melihat-Nya, ketauhilah bahwa sesungguhnya
Dia melihatmu.”[23]
Inti dari pernyataan
Rasulullah SAW adalah pentingnya kesadaran dalam beribadah, sekaligus
penghayatan yang mendalam terhadap ajaran Islam. Melalui kesadaran dan
penghayatan, maka segala sesuatu yang diperbuat oleh seorang Muslim maupun yang
terjadi pada dirinya merupakan kehendak Allah SWT. Pada gilirannya kesadaran
dan penghayatan ini dalam istilah tasawuf akan melahiran sikap taubat, wara’
(kehati-hatian), zuhud (tidak terpaut terhadap materi), sabar,
qana’ah (menerima keadaan), ridha, tawakal, mahabbah (cinta), ma’rifatullah
(mengenal Allah dan lain sebagainya, yang pada akhirnya akan membentuk
nilai-nilai akhlaq al karimah (budi pekerti yang mulia).[24]
BAB II
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada mulanya, istilah
tasawuf belum dikenal paza masa Rasulullah SAW maupun pada masa sahabat.
Walaupun pada saat itu, pengaplikasian tasawuf sangatlah kental. Hal tersbut
tercermin dari segala tingkah laku atau perbuatan yang dilakukan oleh
Rasulullah, yang selanjutnya hal tersebut tetap ditiru oleh para sahabat dan
dilanjutkan pada masa tabi’in. Pengaplikasian tasawuf dimasa ini
masihlah murni, yakni benar-benar bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah.
Sedangkan istilah
tasawuf baru dikenal pada masa Hasan Al Basri. Yakni seorang tokoh zuhud yang
mulai mengenalkan istilah tasawuf sebagai sebuah disiplin ilmu. Walupun begitu,
gelar as sufi yang pertama diberikan kepada Hasyim Al Khufi.
Hingga saat ini,
pengertian tasawuf secara bahasa belum dapat disepakati oleh semua kalangan,
maka muncullah beberapa pendapat yang menyatakan akar bahasa dari tasawuf.
Antara lain, shaf, shafw, shufah, shafa, theosophos dan lain-lain. Hal tersebut
juga sama halnya dengan pengertian tasawuf secara istilah (terminologis). Para
tokoh mengutarakan pendapat masing-masing yang pada intinya dapat simpulkan
bahwa tasawuf merupakan sebuah ilmu yang berguna untuk menuntun seseorang agar
lebih dekat dengan Allah, dengan mengembangkan akhlak terpuji dan menjauhi
sesuatu yang tercela.
3.2 Saran
Pada dewasa ini, akhlak
umat manusia sudah mulai bobrok, dan lebih parahnya lagi, hal ini juga
dialami oleh umat muslim. Seperti adanya teroris, ISIS dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, ilmu tasawuf menawarkan kepada setiap insan agar dapat menjaga
akhlaknya, yakni melakukan sesuat yang terpuji dan meninggalnya sesuatu yang
tercela.
DAFTAR PUSTAKA
Al Galind, Muhammad As-Sayyid. Tasawuf,
dalam Pandangan Al Qur’an dan As Sunnah. terj.
Muhammad Abdullah Al Amiry. Jakarta: Cendekia, 2003.
Ali, Yunasril. Pengantar
Ilmu Tasawuf. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987.
Amandan, Saifuddin dan Abdul Qadir Isa. Tasawuf Revolusi Mental, Zikir Mengolah Jiwa dan Raga. Banten
: Ruhama, 2014.
Setyawan, Ebta. KBBI Offline
Versi 1.1. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010.
Syukur, Amin. Menggugat Tasawuf, Sufisme Tanggung Jawab Sosial
Abad 21. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
___________, Sufi Healing,
Terapi dengan Metode Tasawuf. Jakarta: Erlangga, 2012.
[1] Amin
Syukur, Menggugat Tasawuf, Sufisme Tanggung Jawab Sosial Abad 21, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1999), 7-11.
[2] Ebta Setyawan, KBBI
Offline Versi 1.1, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2010).
[3] Amin Syukur, Sufi
Healing, Terapi dengan Metode Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2012), 49.
[4] Muhammad As-Sayyid
Al Galind, Tasawuf, dalam Pandangan Al Qur’an dan As Sunnah, terj. Muhammad Abdullah Al Amiry,
(Jakarta : Cendekia,
2003), 43.
[7] Amin, Tasawuf.,
49-50.
[9] Saifuddin Amandan
dan Abdul Qadir Isa, Tasawuf Revolusi Mental,
Zikir Mengolah Jiwa dan
Raga, (Banten:
Ruhama, 2014), 77.
[11] Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat,
Dimensi Esoteris Ajaran Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2012), 11
[13] Amatullah
Armstrong, Khazanah Istilah Sufi, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, (Bandung
: Mizan, 1996), 289-290.
[14] Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat,
Dimensi Esoteris Ajaran
Islam, (Bandung
: Remaja Rosdakarya,
2012), 12.
[15] Yunasril, Tasawuf,
50-55.
[16] Ibid., 55-56.
[17] Ibid., 56-57.
[18] Ibid., 57-60.
[20] Yunasril, Tasawuf,
60-63.
[22] Amin, Tasawuf.,
5-6.
[24] Amin, Tasawuf., 6.
Sangat memuaskan setelah saya membaca makalah Tasawuf ini sehingga saya bisa mengerti dan memahami tentang tasawuf, yang selama ini dalam memahami tasawuf hanya mengartikan bahwa kelomok Islam yang beraliran tarikat saja
BalasHapusHow to gamble on casino in NJ: 2021 tips, facts, tips
BalasHapusOnline 용인 출장샵 gambling is a form of entertainment that 경산 출장안마 has been 익산 출장샵 around since the 19th century. 보령 출장샵 The concept of 파주 출장마사지 gambling online is based on luck and chance.